Friday, May 27, 2011

Hampir Subuh

Hati saya sakit luar biasa. Saya bingung dengan hidup saya saat ini. Saya tidak tahu, tapi rasanya kosong tanpa masa depan. Rasanya sakit sekali dibanding ketika diprotes narasumber karena tulisan saya salah. Hehehe

Hmm saya sudah meninggalkan pekerjaan saya sebagai wartawan. Mungkin memang tidak permanen, karena mereka masih mengharapkan saya kembali. Tapi saya pun tidak bisa menjanjikannya. Saya belum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Menjadi wartawan adalah puncak rasa penasaran saya akan tantangan. Ya, jadi wartawan adalah hal tersulit selama hidup saya. Tapi juga paling menantang dan sarat akan pelajaran. Bukannya saya memuju-muji pekerjaan saya. Saya tahu banyak yang pesimis akan pekerjaan ini, tapi justru saya dapat energi dari saya. Saya merasakan bagaimana rasanya tidak disukai di satu sisi, tapi diagungkan di sisi lain. Dan itu mungkin pengalaman yang tidak akan saya dapatkan di pekerjaan lain.

Hmm, kalau saya kenang, saya merasa cinta sekali akan pekerjaan saya. Dua hari ini tidak bekerja, ada sesuatu yang kurang. Ternyata saya sangat sayang. Ya, sayang...

Sementara, rumah sudah menunggu saya. Ibu saya belakangan sering sakit dan ayah saya sepertinya kualahan akan hal itu. Saya mengerti, tidak mudah menghadapi kehidupan pasca meninggalnya mbak Eli. Kalau mereka pikir saya tidak sedih, mereka salah. Terkadang saya menangis sendiri karena kepedihan yang tidak bisa saya lupakan. Dan itu sakit sekali kawan.

Bayangkan, saya menyaksikan setiap detik penderitaannya menjelang kematian. Saya merawatnya dari kebutuhan yang remeh temeh sampai yang asasi sekalipun. Saya menyaksikan tiap detik penderitaannya baik fisik maupun mental. dan setiap saya pulang atau beribadah, saya teringat dia. Itu sakit sekali...

Di subuh ini, hati saya semakin sakit. Saya nganggur sekarang. Cita-cita saya seperti kandas karena saya harus pulang. Pulang berarti isolasi. Dan saya tidak bisa mengembangkan diri secara maksimal. Entahlah, itu mungkin bayangan saya yang paling liar. Saya yakin semua tidak seburuk itu. tapi saya tidak memiliki bayangan sedikitpun apa yang akan saya lakukan di rumah. dan mungkin saya akan mengering di sana. Sirna dimakan keputusasaan.

Entahlah, saya ingin menghadapi ini dengan tegar. Saya ingin menyusun langkah-langkah yang mungkin bisa saya lakukan. Tapi keegoisan saya begitu kuat. Saya masih ingin mewujudkan mimpi saya keliling indonesia dan menuliskannya. Semua pengalaman yang saya lalui. Saya ingin sekali...Dan ketika saya sedang merintisnya, tiba-tiba saya harus pulang. Mimpi saya terombang-ambing, saya linglung, saya kosong...

Entahlah, hidup tanpa harapan itu seperti mati ditabrak becak. Konyol, sungguh konyol. Ah saya merusak tulisan ini dengan membuat erandaian yang juga sangat konyol. Anyway, saya tetap ingin kuat menghadapi semua ini. Saya harus yakin saya bisa. Saya harap hati saya tetap lapang. Bismillah...