Monday, March 29, 2010

Sense of Tuban (part 1)

Tuban, 21 Maret 2010

Mungkin saya adalah salah seorang arek Tuban yang durhaka karena hampir tak mengenal kota kelahiran saya sendiri. Kebetulan, rumah saya jauh dari tuban kota dan lebih dekat dengan Jawa Tengah, jadi saya lebih sering pergi ke Rembang atau Lasem, daripada Kota Tuban. Padahal di Tuban banyak sekali objek wisata yang sayang dilewatkan. Dan hari inilah, kelayapan saya menelusur Tuban menjadi kenyataan. Rencananya, saya akan mengelilingi Tuban dan mengunjungi semua objek wisata dari mulai yang pelosok yang jarang dijamah, sampai tempat yang paling tersohor.
Saya berangkat dari rumah sekitar jam 07.00 dengan motor warna orange dibonceng adik saya. maklumlah saya ini tak terlalu bisa naik motor, jadi adik sayalah yang menjadi tukang ojek tanpa bayaran, hahaha. Sepanjang perjalanan, saya disuguhi pemandangan persawahan yang hijau, hutan yang masih alami, dan awan layaknya kapas yang beterbangan.







Perjalanan selama hampir 1 1/5 jam seperti tak terasa karena suguhan pemandangan yang maknyus punya. Saya tidak bohong, sepanjang perjalanan pemandangan di ataslah yang saya lihat. Butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai di objek wisata yang pertama yaitu air terjun nglirip. Sebenarnya, nglirip adalah bendungan dari sungai Krawak. Bendungan ini memiliki tinggi kurang lebih 30 meter dan lebar 28 meter. Nglirip berada di desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, kurang lebihnya 35 KM arah barat daya dari Kota Tuban.





Menurut cerita masyarakat sekitar, di balik air terjun ini terdapat sebuah gua yang cukup besar. konon di gua itu hidup roh seorang wanita yang sedang menunggu kekasihnya, sesekali wanita tersebut keluar dari gua dan masuk dalam kerumunan masyarakat sekitar atau sekedar mengambil air di air terjun itu. Warga meyakini, putri Nglirip akan marah jika rumahnya di sekitar goa air terjun Nglirip dipakai pacaran. Tapi kalau pasangan suami istri tidak apa-apa. Ehem susah juga kalau legendanya seperti itu, akan sedikit pasangan muda-mudi yang akan datang kesana padahal pasar-an objek wisata air terjun biasanya adalah (pasangan) remaja, bukan suami-istri. Setelah puas menikmati air terjun Krawak, saya dan adik saya pun melanjutkan perjalanan.
Waktu melewati daerah krawak, saya selihat perkampungan yang terletak di bawah tebing yang menjulang tinggi. Wow!





Sekitar jam 09.00, sampailah saya di Tuban kota. Saya biasa menyebutnya Tuban kota karena anda akan menemukan perbedaan yang sangat mencolok antara Tuban “kota” dan Tuban “desa”. Kebetulan saya kebagian tinggal di “desa”-nya, jadi saya cukup pintar membandingkan perbedaan keduanya ketika melihat insfrastruktur di dua tuban yang masih satu jiwa. Kalau anda tidak pernah tahu Tuban, saya akan sedikit menjelaskan.
Anda mungkin pernah mendengar berita tentang kerusuhan pada waktu pemilihan bupati di Tuban? Atau tentang banjir yang biasa menjadi santapan beberapa daerah di kabupaten ini? Haha kebetulan itulah berita yang selalu saya lihat tentang Tuban di televisi, cerita yang beredar selalu tentang itu-itu saja. Padahal Tuban punya sejarah yang tak lekang waktu seperti kota yang menjadi pusat penyebaran islam yang dilakukan Sunan Bonang yang merupakan salah satu wali Sembilan (dikenal dengan sebutan wali songo) dan berbagai destinasi wisata yang lengkap. Sedikit promosi sih, tapi memang itulah kesan yang saya dapatkan setelah berkeliling tuban.
Pada kenyataannya, Tuban adalah sebuah Kabupaten di Jawa Timur. Terletak di sepanjang Pantura di bagian utara dan berbatasan dengan Lasem di sebelah barat, Lamongan di sebelah Timur. Kebanyakan masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani dan pedagang. Tuban AKBAR itulah mottonya yang merupakan singkatan dari Aman, Kreatif, Bersih, Asri, Rapi. Tidak berlebihan apabila menyebut diri demikian karena Tuban memang memiliki hal-hal berukuran besar seperti gua, kelenteng, dan masjid yang berukuran besar. Saya akan menunjukkan pada anda nanti.
Kembali lagi ke kelayapan saya. Karena saya buta Tuban “kota”, maka saya dan adik saya pun mencari cara aman untuk menelusuri pusat kota ini, yaitu memulai menelusur dari seputaran pantai utara atau jalur Semarang-Surabaya. Destinasi pertama adalah menikmati pemandangan laut yang cukup menawan meskipun tak ada hamparan pasir di sepanjang pantai.Dari kejauhan, saya melihat perahu-perahu nelayan yang sedang berlabuh yang menambah ramainya pantai selain kendaraan yang lalu lalang.



Tak jauh dari tempat saya menikmati laut, saya melihat sebuah bangunan merah berdiri mentereng menghadap ke arah laut. Hmm ternyata itu adalah kelenteng Kwan Sing Bio yang terkenal itu. Terkenal karena menempati area yang sangat luas dan indah luar biasa.



Klenteng ini didirikan pada tahun 1928 oleh para bangsa Tionghoa yang berdagang di daerah pantai Tuban. Tempat peribadatan ini tidak hanya dikunjungi oleh masayarakat Indonesia, tetapi juga negeri tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Di bagian depan kelenteng, anda akan disambut gapura berwarna merah berani. Ketika masuk, anda akan disambut sebuah benda –yang saya tidak tahu fungsinya apa, menjulang di sebelah tempat persembahyangan utama.



Di belakang tempat persembahyangan, anda akan menemui ruangan kaca yang didalamnya berisi liong dan disekitarnya berdiri patung-patung dewa yang menjaga benda di dalam kaca tersebut.









Saya sudah akan meninggalkan klenteng Kwan sin Bio ketika saya penasaran pada pintu masuk aula luas yang di sepanjang temboknya terpampang lukisan indah.



Hal yang membuat saya terkagum untuk kesekian kali adalah, ternyata di bagian belakang komplek klenteng itu berdiri bangunan yang sangat besar mirip asrama yang mengingatkan saya pada film-film china yang bercerita tentang dinasti-dinasti pada zamannya. Bangunan tersebut ternyata adalah tempat menginap sedangkan aula yang tadi saya lewati adalah tempat pagelaran seni.



Ow ya, jangan khawatir tak dapat tempat parkir, karena kelenteng ini dilengkapi dengan tempat parkir luas dengan toko-toko yang menjual cenderamata. Satu hal ketika pergi ke klenteng ini, jangan sungkan berfoto karena tempat ini memang keren sekali.

bersambung...

0 comments: