Thursday, March 25, 2010

Tulisan pesanan "My Name Is Khan"


Sebenarnya ini note pesanan, haha. Ya seorang teman tadi siang berkata padaku: “pokoknya kamu harus nonton ‘my name is khan’ nung, lalu nulis note, tak tunggu lo.” Waduh, sudah mirip pemimpin redaksi majalah aja dia yang ngingetin deadline ke wartawannya. Aku sendiri sebenarnya tak pernah bisa menulis karena disuruh, aku selalu menulis karena aku ingin. Tapi untuknya, aku pun siang itu segera ke XXI untuk menonton My name is Khan dan saat ini mengetik note tak pentingku dengan sebungkus klepon disebelahku.

Seperti yang sudah-sudah, aku selalu nonton bioskop sendiri dan entah kenapa, aku selalu kebagian duduk disebelah sepasang kekasih. Bukan iri sih, tapi kepingin aja, hahaha. Baiklah, aku sebenarnya gak tahu apa yang diinginkan pemesan note-ku untuk aku tulis tentang film itu. Tapi satu fakta yang ingin aku katakan tentang film itu adalah: ketika keluar ruangan, aku melihat begitu banyak mata yang sembab dan hidung merah tanda habis menangis, hahaha. Dodolnya, itu juga terjadi padaku. Agaknya film itu memang cukup menguras air mata yang mengingatkanku pada film-film syah Rukh Khan sebelum-sebelumnya seperti Kabi kushi Kabi Gham dan Kuch Kuch Ho ta hai. Hahaha hafal ya aku. Ya iyalah, aku ini dulu penggemar beratnya Khan dan Kajol. Kalo lihat film mereka, mewekku bisa kenceng banget, sampai sesenggukan, apalagi kalau ingat adegan ketika kajol pergi naik kereta dan Khan mengejarnya di film Kuch Kuch Ho ta Hai, rasanya hopeless (lebayyy tingkat tinggi).

Ah sudahlah, film india memang selalu lebay tapi itu pula yang selalu sukses membuat perasaan penonton terombang-ambing lalu meneteskan air mata. Aku sendiri sebenarnya suka dengan film ‘My name is Khan’ terutama karena aku muslim. Film itu seperti menegaskan bahwa islam itu kompleks. Dan karenanya, untung-untungan bagimu apakah lihat jeleknya saja, atau bagusnya saja, sehingga pada akhirnya kamu akan dapat memutuskan apakah akan memusuhinya atau berdamai dengannya. Kebetulan, Khan adalah representasi dari islam yang “baik” dan si dokter provokator sebagai representasi islam “tak-baik” (penafsiranku dari film itu). Biasa film Hollywood selalu berkutat dengan protagonist dan antagonist, pahlawan dan penjahat.

Satu hal dari note ini adalah aku tak akan mendramatisir tentang diskriminasi ‘ke-muslim-an’ waktu itu atau memuja-muja Khan yang di film itu terlihat begitu “good”, tapi aku lebih suka melihat film ini dari sisi yang tak terlihat, yaitu “nilai”. Nilai tentang keadilan kepada sesama manusia atau bahkan kepada Tuhan. Menurutku, jangan dikira cuma Tuhan saja yang berlaku adil pada manusia, tapi manusia juga harus berlaku adil pada Tuhan. Apakah adil bagi Tuhan ketika umat-Nya mencemarkan nama baik agama-Nya sementara Dia tak pernah memastikannya sebagai hal yang mutlak dilakukan pada suatu waktu, jam, detik tertentu?

Terus terang, waktu melihat film ini, aku lebih banyak ter-sentil dengan hal-hal yang dialami oleh Khan. Dulu waktu kecil (kira-kira umur 5-6 tahun), aku adalah salah satu anak yang terancam dengan keberadaan orang seperti Khan, maaf, yang “berbeda” seperti itu. Dia adalah laki-laki yang sebenarnya masih saudara jauhku. Setiap aku berangkat sekolah TK dibonceng mbakku, dia akan mengejar dengan sepeda mini-nya dan aku akan berteriak menyuruh mbakku supaya lebih cepat mengayuh. Aku tak pernah berani ke rumahnya karena dia pasti akan bertingkah aneh. Setahuku waktu itu, dia adalah orang gila, begitu yang orang-orang katakan tentangnya. Hmm aku jadi berpikir,,,mungkin waktu itu dia kesepian, ya dia pasti kesepian karena tidak ada yang mau bermain dengannya, makanya dia mengejarku, karena mungkin, dia ingin bermain denganku dan ingin bersekolah sepertiku.

Saat menulis ini, aku baru sadar, itu pasti tak adil untuknya. Siapa sih yang mau diciptakan seperti itu? mungkin dia juga tak mau kan? Lalu punya hak apa aku “menolaknya”? namun seperti Khan setelah menemui Obama yang lalu tak “tertolak” lagi, saudara jauhku juga sekarang pasti tak tertolak lagi, karena dia telah tenang di persemayamannya…”Saudaraku aku ingin bermain denganmu, tapi aku tak ingin mati cepat, jadi main sendiri dulu ya…hehehe”

Sentilan lain adalah tentang kelapangan hati untuk sedikit saja meluangkan waktu bergaul dengan rasa benci. Rasanya ingin tertawa karena melihat kepolosan Khan yang didalam film itu punya kepribadian yang “jujur, pemurah, istiqomah, amanah” (dua kata terakhir mengingatkanku pada mata pelajaran aqidah akhlaq waktu MTS hahaha). Mbak Istiqomah dan Amanah itu kira-kira artinya “teguh pada pendirian” dan “dapat dipercaya/menepati janji”. Terpikir olehku: mungkinkah dia punya sifat seperti itu apabila dia orang “sehat dan normal” seperti kita-kita ini? Apakah dia akan begitu cepat memaafkan orang-orang yang “menolak dan menganiayanya” apabila dia seperti kita-kita ini? Hehe disinilah letak sentilan itu. Ternyata keegoisan seseorang yang sehat wal afiat ketika marah kepada sesama manusia lain atau bahkan Tuhan, dapat mengalahkan keinginan untuk berdamai dengan semuanya dan menghilangkan rasa dendam. Para muslim yang dengan cepat sakit hatinya karena dikompori oleh provokator, lalu orang-orang AS yang punya stereotip buruk pada orang muslim pasca 9/11, sangat kontras dengan “kelapangan hati” yang dimiliki oleh Khan, kenapa bisa begitu? Aku tak akan menjawab karena Khan “berbeda” dan orang lain sehat wal afiat, karena aku yakin, banyak orang yang sehat wal afiat yang punya kelapangan hati seperti halnya Khan. Lalu timbul pertanyaan: apakah aku diantara orang-orang yang punya kelapangan hati layaknya Khan? Bagaimana dengan anda? Hahaha sepertinya aku dan anda butuh meteran untuk mengukur lebar dan panjang hati kita, agar kita tahu berada luasnya (rumus matematikanya L=pxl kan ya?)

Adoooo sepertinya note ini akan panjang. Khan terlalu banyak memberi inspirasi yang sulit terungkapkan. Aku tak akan bilang “ayo kita sebagai muslim (dan tak hanya muslim) jadi kayak Khan yoook…” hehe aku merasa belum memiliki kapasitas seperti itu, karena ketika aku bilang begitu, aku punya konsekwensi untuk TELAH seperti itu padahal aku juga gak dapat memastikan semua yang dilakukan Khan benar. Tapi aku akan tetap menyederhanakan semuanya dan bilang: aku juga manusia layaknya Khan, aku yakin kami sama-sama dewasa untuk membedakan mana yang baik dan jahat. Ketika Khan (seperti) selalu memberi kesempatan pada hal baik, maka aku akan BERUSAHA untuk selalu memberi kesempatan pada hal yang baik itu pula. Apakah nanti jadinya jelek? Aku pasrahkan semuanya pada Tuhan. Gitu aja kok rempong.

Terus terang sulit menulis note ini karena film itu sarat dengan pesan moral dan sayangnya aku bukanlah orang yang tepat untuk menggembar-gemborkannya. intinya, Rekonsiliasi adalah kata yang tepat mewakili film itu. seperti si pembuat naskah ingin berkata “sudahlah, buat apa kita bertengkar karena perbedaan. Tak semua yang kamu anggap berbeda (secara ekstrem) denganmu itu jahat. Karena di dunia ini cuma ada yang jahat dan baik. Dan yang baik itu sebenarnya terlihat jelas, lalu kenapa kita tak memberi kesempatan pada yang baik?”

0 comments: