Wednesday, April 7, 2010

Antara Hotel Berbintang dan Code

Selasa, 06 April 2010

Hari ini serasa aneh untukku. Pagi sampai sore, aku ada di “seminar” dengan jamuan mengenyangkan, sedangkan sore selama 1 ½ jam aku berada di sebuah balai di kampung Code dengan anak-anak yang kurang beruntung. Rasanya ingin tertawa karena hidupku begitu kaya. Kaya akan pengalaman yang membuatku banyak berpikir…

Baiklah, sebelum membaca ini, tariklah napas dalam-dalam, lalu tertawakan kalau kau menemukan hal yang lucu..

Kenapa aku menulis seminar dengan tanda petik? Hahaha aku adalah salah satu mahasiswi HI yang rajin sekali mengikuti seminar. Sudah lebih dari delapan kali sepertinya (sejak semester 1). Tak bermaksud menyombong kawan, karena sekarang aku merasa tak bangga sama sekali. Dulu ketika masih awal-awal kuliah, aku merasa menjadi “orang penting” ketika mengikuti seminar. Mencatat dan mendengarkan serius adalah hal yang aku lakukan selama seminar berlangsung. Tapi itu dulu. Sekarang aku akui, semangat itu semakin surut dan orientasiku mengikuti seminar pun berubah. Yah ilmu dari seminar itu tetap aku anggap penting, namun “art” ketika berseminar ternyata lebih menjadi concernku. Apa yang aku maksud dengan art? Hmm aku akan menceritakannya untukmu.



Aku selalu merumuskan art ketika mengikuti seminar Deplu (sekarang berubah jadi Kemenlu) dengan beberapa poin: satu, diadakan di hotel berbintang, atau di gedung kampus yang bagus. Dua, dapat dipastikan ada jamuan makan dan coffe break. Makanan dan kue-kue yang dihidangkan pasti membuat kolesterol dan lemakmu naik dengan kecepatan roket (lebayyy). Ini adalah semacam perbaikan gizi bagi anak kos-kosan sepertiku. Pernah suatu kali aku ikut makan di suatu seminar padahal aku tak ikut, yaaaa cuma numpang makan saja, hahaha (kalau tak salah, itu di ruang seminar fisipol). Pernah juga aku membawa pulang kue dari seminar dan aku makan bersama dengan teman-teman kosku. Masak perbaikan gizi tak bagi-bagi, itu kata mereka.
Ketiga, tatakrama dan hal-hal berbau protokoler sangatlah sering membuat aku cengar-cengir. Intinya, semua serba “sepantasnya” dengan basa-basi yang berlebihan. Ibaratnya: tertawa tak boleh kelihatan giginya (kayak apa tuh), makan dan minum dengan gaya ulat bulu (maksudnya tertata dan hati-hati), dan bertepuk tangan dengan irama dan moment tertentu. Tentunya akan lebih maknyus kalau tepuk tangan itu duet maut dengan senyum mengembang. Hah dapat kau bayangkanlah…aku tak bermaksud “mengejek”, cuma sedikit bosan saja dengan hal-hal seperti itu. Pernah terlintas di pikiranku, kenapa seminar Kemenlu tak pernah dilakukan di angkringan atau tempat-tempat “me-rakyat” lain? Hahaha aku yakin sebelum mengatakannya, orang-orang yang berkepentingan pasti telah menggeleng-geleng dengan mengatakan “itu tak pantas, nanti dilihat negara lain…”



Pagi tadi, aku juga mengikuti seminar di suatu hotel bagus di Jogja. Hehe aku sudah sering ikut seminar kemenlu disana. Tapi yang ini beda karena aku duduk dengan anak-anak HI angkatan atas yang sangat sibuk membicarakan hal-hal remeh-temeh semacam asyiknya main tamaguci dan ngerumpi tentang orang-orang yang hadir di sana. Bahkan aku dapat komentar dari seorang teman yang duduk di sebelahku dengan mengatakan seminar itu tak lebih dari: ngadem, makan, dan pake baju bagus. Hahaha seandainya di angkringan, mungkin tertawaku akan menggelegar seperti letusan Krakatau (lebay tingkat tinggi). Yap itulah sisi lain dibalik seminar yang mahal (menurut temanku, seminar kemenlu di hotel macam tadi menghabiskan biaya kurang lebih Rp.60.000.000).



Kontras ketika aku berada di kampung Code dengan anak-anak Code yang apa adanya. Sepertinya, sedikit waktu yang aku habiskan dengan anak-anak Code lebih banyak memberiku pelajaran daripada seharian yang aku habiskan di Seminar. Terus terang aku lebih bangga berada di balai kampung Code itu daripada di hotel bintang lima dengan orang-orang penting dan pintar. Mungkin ini idealismeku saja, tapi itu yang memang aku rasakan saat ini. Aku bangga melihat adik-adik yang masih tertawa-tawa dengan lepasnya dibanding ketika melihat tawa di seminar yang dibuat-buat. Aku lebih bangga berada bersama anak-anak itu untuk belajar bersama daripada di seminar dengan diriku yang dodol yang malas mendengarkan dan cuma belajar makan enak. Hehe tapi aku sadar sepenuhnya, tak ada yang (totally) jelek dan bagus, semua adalah proses pembelajaranku. Karena hotel berbintang dan kampung code sebenarnya tak ada bedanya. Keduanya juga Indonesia, keduanya memberi pelajaran tentang banyak hal padaku walaupun dengan kadar yang berbeda jauh.

Aku tetap ingin pergi ke seminar untuk cengengesan dan pergi ke Code untuk tertawa lepas…

0 comments: