Saturday, February 6, 2010

Nanung dan Abu Nawas

Jogja sedang hujan kawan, ada coklat panas dan Jason Mraz koar-koar, lengkaplah untuk nulis. Note ini sebenarnya tidak penting, tapi karena aku sedang ingin menyenangkan orang, maka aku akan menceritakan sesuatu yang mungkin akan membuat kalian ngakak. Yah semoga,,,



Apa hubungan nanung dengan Abu Nawas? Sebenarnya aku adalah pengagum Abu Nawas. Aku sering sekali membaca buku tentangnya ketika di rumah. Di lubuk hatiku yang paling dalam, aku ingin membentuk sebuah komunitas yang dijiwai semangat ke-AbuNawas-an. Hmmm komunitas macam apa itu? Taulah, yang jelas di dalamnya ga akan ada yang namanya dunia yang bikin pusing, yang ada cuma happy karena banyak cerita yang bikin orang menertawakan hidup (nya).

Anyway, aku akan membagi satu cerita dulu,,,itung-itung menyalurkan bakat sebagai pelawak…

Suatu pagi di Leran (desaku) 11 tahun yang lalu, yah sekitar jam 05.00 gitu dah. Aku dibonceng kakakku naik sepeda mini dari rumah nenekku. Alamaaaaak pagi amit, ayam aja masih ngorok…ehem yah begitulah kawan kami harus cepat pulang sebelum matahari menyinari batang hidung pesek kami karena kalau kesiangan dikit, serabi pujaan masyarakat se-desa akan keburu habis dan kami hanya akan kebagian arangnya saja (hiyyah macam jaran (kuda) kepang saja, taukan? Itu lo yang makan beling, areng panas, trus lampu listrik PLN kwakakaka).



So pasti kami datang paling duluan, dan serabi yang mirip kondenya mak lampir siap disantap, yummy… (selain Abu Nawas, aku kagum dengan Mak Lampir, kenapa? Aku pikir, Mak Lampir itu cool banget. Ketawanya, ceileeee top markotop bikin hatiku bergetar. Wajahnya, ckckckck kayak lihat buah duren (isinya). Tapi tenang, aku ga akan bikin komunitas ke-maklampir-an kok. Maksudnya untuk saat ini, nanti kalau aku udah tua baru aku bikin hehehe,,,yang aku tag harus ikutan!?).
Huh sebenarnya kita baru dapat setengah jalan dari cerita, yang atas cuma pengantarnya,,,

Setelah puas dengan serabi kolam (konde Mak Lampir), kami meneruskan perjalanan. Kikikikikik hawanya mistis abissss, karena kami sekarang sedang ada di posisi yang sangat menegangkan. Melewati Kuburan! Namanya kuburan Miri, aku juga ga tahu kenapa dinamai demikian. Menurut cerita, dulu disitu dikubur kepalanya setan, yah sejenis Mak Lampir gitu dah (ahh Mak Lampir lagi,,,). Tapi bener kok, nama setannya wewe gombel. Nah kuburan pinggir jalan itu mang serem banget. Sampe-sampe ya, jalan itu kalau dilewati rasanya beraaaaat banget (padahal sebenarnya jalan itu emang nanjak).
Untung aja, pas melewati kuburan Miri itu, pagi tak sehitam ketika kami menyantap serabi kolam walaupun kabut masih disana-sini. Uhuk-uhuk, tampaknya kakak ku mulai kecapaian neh, dalam hatiku. Ini lah saat yang paling menyenangkan untuk mengerjainya. Maka aku dengan tenang menggantungkan kakiku dan sambil sesekali menggesekkannya ke jalan biar semakin berat hahahaha.

“Nung, sikilmu ojo bok konokke” (Nung, kakimu jangan dibegitukan dong!?) Katanya ketus sambil ngos-ngosan.
“Yo ben” (Biarin)
Dan tak berapa lama. Tiba-tiba sesuatu yang hangat dan lembek menempel di kakiku. Beruntun lagi.
“Opo iki mbak? Kok anget?” (Apa ini mbak?kok rasanya hangat?)
“Kwakakakakak, nung neng sikilmu,,,kwakakakak” (nung, di kakimu,,,)

Dan kakakku menertawakanku habis-habisan Karena ternyata kakiku yang telah sekian lama bergesekan dengan jalan telah berhasil mengumpulkan sekian banyak kotoran sapi yang masih hangat. Heeh bayangkanlah kawan betapa hangatnya karena masih pagi ketika para sapi baru keluar dari peraduannya. Belepotan tak karuan. Kakakku terus tertawa dan aku dengan muka culunku hanya pasrah saja,,,sepanjang perjalanan pulang, aku tak lagi menggantungkan kakiku, apalagi menggesekkannya ke jalan…takut semakin banyak yang ku sapu.

Yah begitulah kawan, akhirnya aku nyadar kalau kakiku tidak terlalu berbakat mengerjai kakakku, kayaknya lebih berbakat jadi sekop,,,

0 comments: