Wednesday, February 10, 2010

Nanung dan Mas Orlando Bloom

Untuk kedua kalinya aku jatuh cinta setelah 9 tahun berlalu (cinta pertamaku adalah mas baju merah). Waktu itu aku baru masuk SMA dan orang tuaku mensyaratkanku mondok di salah satu pesantren di Rembang, Jawa Tengah. Cinta keduaku adalah seorang santri yang satu pesantren dan SMA denganku. Hmm dia adalah laki-laki pujaan di kedua tempat tersebut. Kalau artis, dia mirip siapa ya,,, Orlando Bloom!? (wuih artis Holywood merambah ke Rembang)

Sama dengan cinta pertamaku, aku pun pada awalnya tidak tahu nama pangeran pujaan hatiku. Setahuku, dia santri kesayangan ustadz (kata teman-teman pondokku) dan telah duduk di kelas tiga SMA. Gak tahu, pokoknya suka aja sama dia. Itung-itung meramaikan persaingan di jagat percintaan pondok pesantren. Suatu kali, teman satu pondokku menggosipkannya. Dia juga nge-fans abis dengan Mas Orlando (jiah mas Orlando) dan merupakan bank gossip yang siap memberikan informasi apa saja seputar kumbang pesantren itu. Berdasarkan infomasinya, Mas Orlando suka duduk tak jauh dari tempat dudukku sewaktu mengaji. Sekedar informasi aja, Para santri (laki-laki dan perempuan) pada pagi hari buta mengaji di sebuah aula yang disekat oleh triplek yang bawahnya bolong. Jadi menurut perhitunganku, Mas Orlando harusnya duduk di sampingku kalau tidak ada penyekat itu.

Haha namun penyekat triplek bukanlah halangan bagi pejuang cinta macam aku. Inilah kesempatan bagiku untuk melancarkan jurus nyaplok kumbang!? Aku pun jadi giat berangkat ngaji dan sudah akan ada di posisi ketika teman-teman lain masih menunda-nunda berangkat ngaji. Ini tidak lain agar tempat dudukku tidak dijamah orang lain. Aku pun mulai menyapanya dengan surat kaleng (mungkin lebih cocok disebut surat kolong, karena suratnya aku masukkan ke bolongan kecil di bawah triplek). Heeh cuma sesobek kertas kecil yang aku remas-remas agar tak kelihatan seperti surat.

“Assalamualaikum (wuih sopannyaaaa), anak SMA 1 kan?” Sapaku.
Lama baru dijawabnya. Cuma kata “Iya”
Dan itulah permulaan aku mulai ngobrol melalui surat kolong dengannya. Berminggu-minggu aku ngobrol dengannya tanpa menyebutkan identitasku. Bukannya tidak PD kawan, tapi itu aku lakukan tidak lain karena suatu kejadian yang sangat memalukan yang aku alami tepat di depan matanya.

Ceritanya begini. Suatu pagi (jauh sebelum aku mulai berkirim surat dengannya) ketika para santriwati lari-lari kesetanan untuk bergegas pergi ke sekolah, aku masih belum mandi sedangkan waktu telah menunjukkan pukul 07.00 (sekolahku masuk jam 07.15). Heyah bau asemku pun termanipulasi oleh minyak wangi yang sebenarnya bukanlah minyak wangi, yang sebenarnya itu adalah minyak angin, tapi karena aku percaya persepsi mempengaruhi kenyataan, maka bau minyak angin itu pun aku anggap bau parfume.

Aku juga tak kalah kesetanannya dibanding santriwati lain yang sekarang telah enyah dari pondok pesantren tingkat tiga itu. Dengan cepat aku menyambar dasiku dan memakainya seadanya. Lariiiii?! Seperti mengejar kereta yang di dalamnya ada Sang kekasih, aku pun mengejar angkot warna kuning yang menggoda. Menggoda karena mirip pisang molen. Dan tiba-tiba, angkot yang telah lari agak jauh dariku tersebut berhenti. Aku pikir yang akan keluar dan menghampiriku adalah kernet seperti biasanya, tapi ternyata,,,treng treng treng! Mas Orlando bloom. Sumpah dia sudah mirip artis saja ketika keluar dari angkot itu.

Bukannya bergegas, aku malah terbengong menatapnya dari jauh. Dan seperti tersihir, aku pun melangkah dengan anggun ke arahnya. Ehem ehem tak perduli dengan bauku dan dasiku yang tak rapi, aku harus menyongsong masa depanku dengan meyakinkan. Dia memandangku dari kepala sampai ujung kaki. Dan berhenti pada kakiku,,,haha dia pasti tergagum dengan cara jalanku yang sudah mirip pragawati, batinku.

“Mbak, kok pakai sandal,,,” katanya terbata setelah aku berdiri di hadapannya.
Ampuuun mak,,,aku melihat sandal jepit di kakiku, dan bukan sepatu, warna sendalnya mewakili dua partai, merah di sebelah kanan, dan hijau di sebelah kiri, owhh anggun sekaliii…

Baiklah, itu yang aku maksud pengalaman yang memalukan bersamanya. Tapi itu malah semakin membuatku penasaran padanya. Dan sampailah hari itu ketika dia mengajak bertemu setelah sekian lama kami saling berkirim surat kolong. Aku pun tak kuasa menolak. Sebenarnya kawan, najis bagi santriwan/ santriwati untuk saling bertemu dengan tujuan yang tidak sepantasnya.

Dan datanglah hari itu! aku memilih tempat bertemu yang sangat strategis, yaitu perempatan lampu merah dimana biasanya ada orang yang berjualan ikan hias disana. Yakin itu strategis? Yap absolutely, karena dengan berdiri disana, aku dapat melihat kedatangannya dari berbagai sisi, dan kalau misalkan yang datang bukan mas orlando, aku dapat lari sebelum dia dekat, hahaha

Aku pun telah ada di posisi, masih mengenakan seragam sekolah. Dan benarlah feeling-ku, ternyata yang melambai dan menghampiriku memang bukan dia. Hah aku telah ditipu mentah-mentah!? Lariii,,,

Aku sendiri tidak tahu laki-laki yang menghampiriku siapa (aku bahkan tidak memperhatikannya benar-benar). Yang aku tahu sehari setelah kejadian itu, ada Mi ayam kiriman dari santriwan untukku, dan temanku yang dititipi memastikan itu dari Mas Orlando,,,

Di plastiknya tertulis (pakai spidol) “Afwan,,,”
Sampai sekarang aku ga tau maksudnya.

0 comments: