Thursday, November 25, 2010

Berteman dengan Perbedaan

Percaya atau tidak, saya baru bertemu dan berinteraksi dengan orang non-muslim ketika telah berada di bangku SMA. Sebelum itu, saya hanyalah seorang gadis yang tinggal di sebuah kota kecil di pedalaman Tuban, Jawa Timur, yang hidup di lingkungan yang sangat homogen. Setiap orang yang saya kenal adalah muslim. Dan keluarga saya adalah penganut agama yang ketat. Tidak pernah terbayang di benak saya tentang persahabatan dan interaksi lebih dekat dengan orang-orang yang tidak seagama dengan saya. Setahu saya, sedari kecil saya diajarkan untuk "berbeda" dengan mereka. Hehe, memang aneh tapi memang begitulah kenyataannya.

Saya pun lantas menganggap orang non-muslim sebagai zona tidak aman saya. Setahu saya, saya harus menjauhi mereka. Maka selama SMA, saya tidak pernah dekat dengan anak non-muslim meskipun saya tidak pernah mengganggu mereka. Namun saya selalu tertarik dengan mereka. Tertarik disini saya maksudkan dengan kecerdasan mereka dan keterbukaan mereka. Lantas, saya pun sering bertanya pada diri saya sendiri, apa salahnya berteman dengan mereka, toh mereka tak pernah memaksaku untuk masuk agama mereka? Sayangnya, niat itu tak pernah kesampaian karena saya keburu lulus SMA.

Sewaktu kuliah, saya sudah cukup terbiasa bergaul dengan orang non-muslim. Saya tak terlalu mementingkan apakah dia muslim atau tidak. Saya mulai terbuka dengan mereka. Tapi jangan salah, perlu keberanian bagi saya untuk membuka diri. Mungkin ini terlihat sepele, tapi untuk memutuskan "baiklah, aku akan bicara dengannya (non-muslim)dan tersenyum padanya" saja itu sudah sulit. Ini seperti tarzan dari hutan yang tidak pernah pergi ke kota namun suatu hari dia dibawa ke sana dan harus menggunakan telepon, makan pizza, dll. Intinya, itu semua asing dan sangat rentan terhadap rasa curiga.

Namun pengalaman memang selalu megajarkan banyak hal. Suatu hari sekitar setahun yang lalu saya harus mempresentasikan esai saya di sebuah universitas kristen di yogyakarta, tak lain adalah Universitas Sanata Dharma. Hah, saya tidak pernah membayangkan itu akan saya lakukan. Kesan pertama datang ke sana, saya terhantui oleh perasaan saya sendiri bahwa ini sama saja dengan masuk ke sarang penyamun. Saya tertekan oleh perasaan saya sendiri. Namun ketika tiba di ruang seminar, saya disambut dengan ramah. Sebelum presentasi, seorang romo memberi kata sambutan yang sangat menenangkan saya bahwa beliau menghormati perbedaan, semua sama di ruangan itu, tak ada yang lebih istimewa. Saya senang. Meskipun saya lah satu-satunya muslim di situ, tapi saya seperti punya teman yang mendukung saya, meskipun kami berbeda.

Setelah presentasi, ketika saya di suruh bicara di depan, saya berkata bahwa saya sangat bahagia diberi kesempatan berada di sana. semula saya merasa seperti orang asing, namun akhirnya saya merasa bahwa di situ saya dipertemukan dengan orang-orang baik. kami semua lega. Kami saling berjabat tangan dan berterima kasih.

Dan pengalaman lain pun datang setahun setelahnya. Beberapa hari ini saya membantu di posko Lingkar Muda yang mayoritas dari mereka beragama kristen. saya tidak pernah membayangkan nongkrong di sana sepanjang siang, lalu tanpa mengeluh mencucikan piring dan perkakas masak-memasak mereka. Kenapa saya ikut datang ke sana dan memutuskan untuk membantu? sebenarnya tidak hanya alasan posko mereka terorganisir dalam penanganan bencana merapi, tetapi juga naluri saya untuk lebih banyak bergaul dengan zona tidak aman saya. Saya ingin merasakan mereka. Saya ingin memberi kesempatan kepada diri saya untuk lebih banyak memahami, bukan selalu sibuk menjustifikasi.

Entahlah, saya pikir, saya sangat terlambat dalam hal-hal semacam ini. Ketika orang-orang tidak lagi mempermasalahkan hal-hal seputar agama, saya masih sibuk mencari celah untuk mengenal mereka. Namun kadang saya bangga pada diri saya sendiri bahwa paling tidak saya berusaha. Kenapa ini perlu? karena menurut saya, hidup ini kaya kalau kita berkehendak untuk membuka diri. dengan kaya, maka saya akan lebih bijak menentukan sikap dan mengambil pelajaran dari semuanya, itu arti hidup bagi saya.

Semoga proses ini tidak hanya berhenti di Lingkar muda, tapi di manapun dengan semangat yang sama.

0 comments: