Friday, November 12, 2010

Cerita hari ini (1)

Pagi tadi saya buka dengan mengetik sesuatu. Rencananya tulisan, tapi saya ragu, apakah tulisan itu akan bagus atau tidak, ya belakangan ini saya semakin ragu untuk menulis, walaupun saya cukup produktif membuat notes di FB. Ah sudahlah, kadang mood menulis naik turun, tapi walau begitu, saya tak bisa menghindarinya, itu adalah hal yang paling mampu saya lakukan. Meletakkan otak saya dalam sebuah rangkaian kalimat.

Sekitar jam 07.00 saya mandi, cepat-cepat menyetrika kaos kesayangan saya yang akan saya pakai. Lalu meluncur ke rumah mbak ayu. Kabar baiknya adalah, saya sudah bawa motor, jadi saya tak perlu lagi menunggu jemputan siapapun untuk saya tebengi. hehe. kadang saya merasa menyesal juga, kenapa saya begitu menyerah pada keadaan dan beralih menggunakan satu barang bernama sepeda motor. Saya ingin tetap berjalan seperti biasa, ataupun nebeng seperti khasnya saya. Entahlah,,,

Di rumah mbak ayu, saya langsung dipersilahkan sarapan. Heheeh ibunya mbak ayu memang baik. Dia begitu ramah. Dan saya pun langsung terbiasa dengannya. Kami ngobrol tentang resep masakan yang dimasaknya. walaupun saya tak bisa masak, tapi saya sangat tertarik pada dunia perdapuran. Kalau boleh berangan-angan, suatu saat nanti ketika saya sudah menikah, saya ingin benar-benar belajar memasak. Saya ingin suami saya kelak makan masakan saya, bukan masakan pembantu, hehehe.

Balik lagi ke rumahnya mbak ayu. Ibunya mbak ayu bercerita banyak tentang passion anak-anaknya dalam hidup. Ketika anaknya ingin berkembang dan belum ingin bekerja dan/atau mengikatkan diri dalam satu institusi pun, maka beliau akan tetap mendukung. Hah saya menemukan satu orang tua lagi -selain bapak saya, yang juga berpendapat seperti itu. Saya pikir, kamilah anak-anak yang beruntung itu, yang memiliki orang tua bijaksana dan mau mengerti keinginan anaknya. saya selalu sayang orang tua yang seperti itu...

Waktu sudah menunjukkan hampir jam 09.00 ketika motor kami sudah terparkir di Budi Mulia 2. Sekolah elit itu. Rencananya hari ini, saya dan kawan-kawan CEMARA akan mengadakan briefing sekaligus bantu-bantu posko bencana merapi. Maka pekerjaan pertama adalah membungkus nasi sebanyak 1800-an bungkus. siap-siap dah tangan beraksi. Awal-awal semua berjalan lancar, lama-kelamaan kami semakin menggila karena waktu sudah siang sedangkan masih banyak yang perlu dibungkus. Maka tangan dan badan pun semakin menggila. Kami semua kecapaian. Haha ternyata membantu itu susah juga ya,,

Lalu diteruskan briefing bersama anak-anak Budi Mulia untuk pendampingan anak pengungsi esok hari. Saya pikir mereka akan antusias, eh ternyata, saya salah duga. Mereka ogah-ogahan bantuan kami untuk mengisi kegiatan pendampiangan anak. Ada tugas bejibun katanya. Mereka merengek-rengek. Saya diam saja. Dalam hati kesel juga, tapi mau bagaimana lagi. Saya lebih suka meninggalkan orang yang belum terketuk membantu daripada memaksa mereka. Kami pun tak bisa membujuk, toh itu bukan hak kami untuk melakukannya, apalagi dalam aksi sosial. salah satu guru mereka pun datang dan memberi pengertian kepada mereka untuk mengikuti kegiatan besok. Beberapa dari mereka pun setuju untuk ikut ambil bagian.

Sebenarnya, CEMARA memiliki concern tersendiri dalam hal ini. Kami ingin menyebarkan semangat untuk berempati kepada sesama. Kami ingin anak-anak muda itu, memiliki kesadaran untuk berperan terutama dalam program pendidikan anak yang sifatnya lebih sustainable. Yap, saya setuju itu. Walaupun saya terkadang pesimis. Di satu sisi saya merasa menemukan ironi dimana banyak anak yang tercukupi dalam hidupnya namun tak berkehendak untuk sedikit saja meluangkan waktu untuk berbagi dengan orang yang lebih tidak beruntung. Namun di sisi lain, saya juga paham benar bahwa anak-anak kaya itu mungkin saja tidak merasakan susah dalam hidupnya. Keinginan mereka selalu terpenuhi sehingga hidup yang nyaman itu membentuk mindset bahwa "everything is all right". Dunia mereka adalah tawa, itu yang merek tahu...

Walau saya kecewa, namun saya tetap memaksa diri saya untuk berada di sana. Entahlah, bisa saja saya meninggalkan tempat itu, namun saya tak tega...

Dan sore hari tadi saya bertemu mbak silmi. Kami diserahi tugas CEMARA untuk berbicara dengan pihak masjid Syuhada dan cak ngabdul. Yaa kami butuh tempat untuk belajar-mengejar. Balai tempat kami biasa mengajar belakangan sering digunakan oleh penduduk untuk ronda karena keadaan code yang masih rawan. Jadi kami harus mencari tempat alternatif lain agar kami tetap dapat belajar bersama. Asrama Syuhada menolak, namun mereka menyarankan untuk bertanya pada pihak masjid Syuhada saja. Entahlah, harapanku cuma satu, CEMARA memiliki tempat belajar yang permanen, itu yang paling saya inginkan untuk saat ini.

Setelah menemui pengurus Syuhada, kami menengok anak-anak di Code. Sebenarnya saya memang berniat untuk melihat keadaan terakhir kali dan anak-anak. Memang benar! timbunan material begitu tinggi. Saya tidak menyangkan Code akan menjadi sedangkal itu. Saya melihat Ningsih dan Nada sedang berenang di kali itu. Mereka memanggil-manggil saya mengajak mandi di kali bersama mereka. Haha kalau seandainya saya masih kecil, saya pun mau. Kalau sudah besar seperti ini, malu. Walaupun sebenarnya tertarik juga.

Selain Ningsih dan nada, banyak anak-anak lain yang juga bermain-main di sana. Mereka begitu ceria. Seakan banjir dan lahar dingin itu, adalah hal biasa yang nanti akan lewat begitu saja. Ya, sekali lagi, anak-anak tetaplah anak-anak, sesusah apapun lingkungan di sekitarnyya. Makanya, saya selalu suka dunia anak, tak pernah susah...

Dan malam ini saya merasa agak sedih. Saya tidak tahu kenapa. Banyak sekali yang saya pikirkan. Pun keadaan saya yang sangat capek membuat seluruh tubuh kaku. Saya sempat menitikkan air mata, namun sedikit. Mungkin saya cuma butuh istirahat.

Semoga semua akan selalu baik-baik saja...

0 comments: