Tuesday, March 30, 2010

Sense of Tuban (part 2)

Destinasi saya selanjutnya adalah “tak tentu arah”, hahaha. Seperti yang saya katakan, saya buta Tuban “kota” dan karenanya hanya memacu motor saya tanpa arah. Dan saya pun menemukan titik cerah ketika sampai di Rumah Sakit Medika Mulia yang sebulan lalu saya kunjungi karena menjaga seseorang yang sedang sakit. Tak jauh dari Rumah sakit tersebut ternyata ada pasar yang lalu saya arungi untuk menemukan jalan besar. Eh tak dinyana, ketika saya sudah akan berbalik arah, di sebelah kiri saya berdiri gapura besar dengan tulisan di atasnya “GOA AKBAR”. Hehe hidup ternyata penuh kebetulan,,,



Setelah memarkir motor, saya pun membeli karcis yang hanya seharga Rp.2000,- anda tidak percaya? Saya sebenarnya juga tidak percaya, saya pikir Rp.20.000,-. Meskipun tiket masuknya murah meriah, namun jangan tanya panorama goa ini, hmmm percampuran antara mengagumkan, mistis, dan megah. Bagi anda yang suka menjelajah goa, saya sarankan mampir ke goa yang satu ini karena ukurannya yang besar dan kesan misterius yang kadang membuat bulu kuduk berdiri.

Di halaman sebelum masuk goa, saya disambut oleh jalan setapak yang indah serta monumen goa akbar tak jauh darinya.





Goa akbar terletak di Pasar Baru Tuban dengan lintasan sepanjang 1,2 km dan secara resmi dibuka untuk umum sejak tahun 1998. Keunikan goa dan muatan sejarah yang terkandung di dalamnya merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk berkunjung ke tempat wisata ini.

Goa Akbar memiliki beberapa versi sejarah. Versi pertama terjadi sekitar 500 tahun yang lalu saat Sunan Bonang sedang melakukan perjalanan spiritualnya. Ketika menemukan goa ini, Kanjeng Sunan Bonang terpesona dan seketika berucap, “Allahu Akbar”. Konon, sejak itulah, goa yang terletak di tengah Kota Tuban itu disebut Goa Akbar. Versi lain diceritakan, karena sekitar goa banyak dijumpai pohon Abar maka masyarakat setempat kemudian menyebutnya Ngabar. Berdasar buku yang dihimpun Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Tuban, kata Ngabar berasal dari bahasa Jawa yang berarti latihan. Konon, goa ini pernah dijadikan tempat persembunyian untuk mengatur strategi dan latihan ilmu kanuragan prajurit Ronggolawe yang ketika itu berencana mengadakan pemberontakan ke Kerajaan Majapahit. Pemberontakan itu disulut oleh ketidakpuasan Ronggolawe atas pelantikan Nambi menjadi Maha Patih Majapahit. Karena seringnya dijadikan tempat latihan, goa dan daerah sekitarnya dijuluki Ngabar, yang kemudian seiring waktu menjadi nama dusun yaitu Dusun Ngabar, Desa Gedongombo, Kecamatan Semanding. Dari nama dusun itulah, nama akbar berasal.
Goa ini sendiri ada di bawah tanah sehingga dari atas, ada tangga yang akan mengantarkan anda menyusuri goa tersebut.



Ketika masuk, kesan mistis pun terasa karena swasananya yang dibuat gelap dan tenang. Di dalam gua itu sendiri ada kolam yang di dalamnya hidup beberapa macam binatang air seperti kura-kura dan ikan.









Peringatan maha penting untuk anda, ekstra hati-hatilah ketika memotret dengan HP atau kamera karena keadaan gua yang licin bisa membuat anda terpeleset dan dikhawatirkan barang elektronik anda tersebut nyebur ke kolam. Saya sendiri mengalaminya ketika kamera saya hampir saja terjatuh ke kolam seperti ada kera yang merebutnya dari saya, hahaha. Percaya tidak percaya, mungkin karena waktu itu dari sekian banyak pengunjung, hanya saya yang membawa kamera dan agaknya “penghuni” di sana kesal karena melihat saya jeprat-jepret seperti saya lah satu-satunya orang yang punya kamera, hahaha. Ah sudahlah, mungkin memang jalannya saja yang licin…

Setelah kejadian kamera hampir jatuh, saya pun memutuskan untuk menyembunyikan kamera saya agar “penghuni” di sana tak kepengen, namun saya urungkan karena tergoda memotret ini.



Waktu itu telah siang ketika saya keluar dari goa akbar dan tergoda untuk membeli buah siwalan di pasar depan tempat wisata itu. Saya pun segera cas cis cus menawar sebungkus siwalan yang akhirnya deal dengan harga Rp.3000 perbungkus. Murah sekali karena sebungkus berisi 7 butir siwalan dan melihat penjualnya yang bersusah payah mengupas buah itu, saya jadi menyesal terlalu rewel menawar. Anyway, pernahkah anda makan buah siwalan? Yap buah ini mirip kelapa namun di dalamnya berisi beberapa butir buah yang bisa dimakan. Rasa dan penampakannya mirip klamut (buah kelapa yang masih muda), namun akan sedikit keras kalau sudah dua. Buah siwalan biasanya dinikmati langsung atau bisa juga dibuat minuman yang disebut legen. Kalau legen ini diasamkan, dapat menjadi tuak tradisional yang memabukkan.



Setelah mendapatkan 4 bungkus siwalan yang siap dibawa pulang, kami pun beranjak pada destinasi selanjutnya yaitu masjid agung Tuban. Masalah klasik kami pun teruslang kembali yaitu tidak tahu letak alun-alun yang juga masjid Agung Tuban berada. Hahaha saya dan adik saya pun hanya berputar-putar saja dan hampir 3 kali melewati rute yang sama. Saya pun akhirnya menyerah dan mengakui bahwa pepatah yang mengatakan “malu bertanya, sesat di jalan” benar sekali. Akhirnya kami bertanya kepada seorang bapak-bapak dan kami hanya meringis ketika dia berkata “alu-alun saja kok ndak tahu”. Saya dan adik saya tak berhenti tertawa ketika ternyata alun-alunnya tak seberapa jauh dari tempat kami tadi bertanya. Ibaratnya, dengan ngesot kami sudah dapat mencapainya, hahaha.

Kami pun segera memarkir motor kami di depan masjid dan sholat di sana. Hmm masjid agung tuban memang mengagumkan. Arsitekturnya yang bergaya timur tengah seperti di cerita “seribu satu malam” serta berwarna-warni menambah keindahan masjid ini. Satu hal yang paling saya kagumi dari masjid ini adalah toiletnya yang bersih dan besar. Namun satu hal pula yang saya tak habis pikir adalah tulisan peringatan di depan masjid tersebut yaitu harus mengenakan pakaian muslimah bagi perempuan. Bagi saya hal tersebut agak aneh…



Setalah sholat, saya pun tergoda untuk mencoba es siwalan yang ada di depan masjid tersebut. Hmm dengan harga Rp.2000, anda akan mendapatkan santapan minuman yang segar dan manis karena gulanya berasal dari gula aren.



Karena tertarik dengan kerumunan rombongan yang bejubel menuju sebuah gapura berwarna orange, maka saya pun segera menyudahi kenikmatan menyeruput es siwalan dan ikut berjubel dengan mereka. Ternyata mereka adalah para peziarah yang akan mengunjungi makam sunan bonang. Sepanjang jalan menuju makam, saya menemukan begitu banyak toko yang menjual berbagai macam aksesoris khas Tuban terutama pakaian yang berbahan batik Tuban. Ketika saya telah berada di dalam area makam, saya melihat begitu banyak kuburan yang ada di komplek pemakaman tersebut. Makam Sunan Bonang sendiri berada di dalam pesarean yang beratap rendah sehingga anda harus jongkok ketika di dalamnya.





Hari hampir sore ketika saya memutuskan untuk pulang, sayang sekali saya tidak dapat menghabiskan seluruh destinasi wisata di sana. Tidak cukup hanya sehari mengelilingi Tuban dengan paket wisata lengkapnya. Ketika perjalanan pulang, tepatnya ketika melewati daerah Krawak, saya pun tertarik dengan papan kecil yang menunjukkan arah ke goa Puteri Asih. Dengan tekad membabi buta saya dan adik saya pun memberanikan diri untuk mampir sejenak. Ternyata letak goa itu memang tak mudah dijangkau seperti yang dikatakan orang-orang di desa saya. Namun power puff girl macam kami mana mau menyerah, jalan berbatu menanjak pun kami arungi sehingga sampailah kami di tempat wisata tersebut. Huuu tempatnya memang pelosok dan agaknya masih belum banyak dikunjungi. Sepi, itu kata yang terlintas di otak saya ketika sampai disana. Hanya ada sebuah warung dan seorang tukang parkir muda yang menyambut kami. Sempat terlintas di pikiran saya untuk kembali saja namun urung karena rasa penasaran yang juga besar.

Ketika sampai di area goa, saya celingak-celinguk mencari dimana goa itu seharusnya berada. Tak ada petunjuk jalan maupun papan yang menunjukkan keberadaan gua. Untung saya cukup cerdas untuk mengikuti saja jalan setapak yang akhirnya mengantarkan kami pada sebuah gubug kecil yang ternyata adalah tempat pembelian karcis masuk goa. Ketika saya melongokkan kepala saya ke dalam gubug itu, tidak ada satupun orang disana. Rasanya ngeri sekali karena saya berasa sedang ada di film misteri.







Saya pun akhirnya memutuskan untuk langsung masuk saja ke goa. Ternyata goa tersebut terletak di bawah tanah dengan dengan keadaan yang masih alami. Alami karena goa tersebut belum dibangun seperti goa akbar. Di dalam goa tersebut, tanah masih menjadi alas sedangkan stalaktit tidak henti-hentinya meneteskan titik-titik air. Ketika berada di dalam goa tersebut, tak henti-hentinya saya berkata “wow” karena takjub terhadap keindahan dan keunikan goa tersebut. Justru karena masih alami, goa ini terkesan liar dan misterius yang sukses membuat bulu kuduk saya berdiri.







Hawa dingin dan penerangan apa adanya –yang sewaktu-waktu mati-hidup, menambah kesan seram namun menakjubkan. Menakjubkan karena stalaktit dan stalaktit yang masih basah sehingga terlihat berkilauan. Ketika saya mnelusur goa lebih dalam, paling tidak ada dua hall luas yang membuat saya takjub. Di Hall pertama, banyak saya temui batu-batu yang mmemiliki bentuk mirip dengan binatang seperti elang dan sapi. Sedangkan dinding gua tersebut berhias juntaian garis warna hitam yang menyerupai rambut manusia.







Sedangkan pada hall kedua, saya terpukau oleh gugusan stalaknit yang menyerupai pasukan perang padahal itu adalah batu. Batu-batu kecil tersebut berdiri berkelompok dan kadang berkilau karena tertimpa cahaya. Sungguh luar biasa!





Yippi!!? Setelah mengunjungi goa puteri asih, dengan hati senang saya pulang ke rumah samabil membawa oleh-oleh dan pengalaman menakjubkan tentang Tuban, Sekarang saya tahu kenapa saya ingin mengenal Tuban, karena saya ingin lebih banyak membicarakannya dengan anda.

Monday, March 29, 2010

Sense of Tuban (part 1)

Tuban, 21 Maret 2010

Mungkin saya adalah salah seorang arek Tuban yang durhaka karena hampir tak mengenal kota kelahiran saya sendiri. Kebetulan, rumah saya jauh dari tuban kota dan lebih dekat dengan Jawa Tengah, jadi saya lebih sering pergi ke Rembang atau Lasem, daripada Kota Tuban. Padahal di Tuban banyak sekali objek wisata yang sayang dilewatkan. Dan hari inilah, kelayapan saya menelusur Tuban menjadi kenyataan. Rencananya, saya akan mengelilingi Tuban dan mengunjungi semua objek wisata dari mulai yang pelosok yang jarang dijamah, sampai tempat yang paling tersohor.
Saya berangkat dari rumah sekitar jam 07.00 dengan motor warna orange dibonceng adik saya. maklumlah saya ini tak terlalu bisa naik motor, jadi adik sayalah yang menjadi tukang ojek tanpa bayaran, hahaha. Sepanjang perjalanan, saya disuguhi pemandangan persawahan yang hijau, hutan yang masih alami, dan awan layaknya kapas yang beterbangan.







Perjalanan selama hampir 1 1/5 jam seperti tak terasa karena suguhan pemandangan yang maknyus punya. Saya tidak bohong, sepanjang perjalanan pemandangan di ataslah yang saya lihat. Butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai di objek wisata yang pertama yaitu air terjun nglirip. Sebenarnya, nglirip adalah bendungan dari sungai Krawak. Bendungan ini memiliki tinggi kurang lebih 30 meter dan lebar 28 meter. Nglirip berada di desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, kurang lebihnya 35 KM arah barat daya dari Kota Tuban.





Menurut cerita masyarakat sekitar, di balik air terjun ini terdapat sebuah gua yang cukup besar. konon di gua itu hidup roh seorang wanita yang sedang menunggu kekasihnya, sesekali wanita tersebut keluar dari gua dan masuk dalam kerumunan masyarakat sekitar atau sekedar mengambil air di air terjun itu. Warga meyakini, putri Nglirip akan marah jika rumahnya di sekitar goa air terjun Nglirip dipakai pacaran. Tapi kalau pasangan suami istri tidak apa-apa. Ehem susah juga kalau legendanya seperti itu, akan sedikit pasangan muda-mudi yang akan datang kesana padahal pasar-an objek wisata air terjun biasanya adalah (pasangan) remaja, bukan suami-istri. Setelah puas menikmati air terjun Krawak, saya dan adik saya pun melanjutkan perjalanan.
Waktu melewati daerah krawak, saya selihat perkampungan yang terletak di bawah tebing yang menjulang tinggi. Wow!





Sekitar jam 09.00, sampailah saya di Tuban kota. Saya biasa menyebutnya Tuban kota karena anda akan menemukan perbedaan yang sangat mencolok antara Tuban “kota” dan Tuban “desa”. Kebetulan saya kebagian tinggal di “desa”-nya, jadi saya cukup pintar membandingkan perbedaan keduanya ketika melihat insfrastruktur di dua tuban yang masih satu jiwa. Kalau anda tidak pernah tahu Tuban, saya akan sedikit menjelaskan.
Anda mungkin pernah mendengar berita tentang kerusuhan pada waktu pemilihan bupati di Tuban? Atau tentang banjir yang biasa menjadi santapan beberapa daerah di kabupaten ini? Haha kebetulan itulah berita yang selalu saya lihat tentang Tuban di televisi, cerita yang beredar selalu tentang itu-itu saja. Padahal Tuban punya sejarah yang tak lekang waktu seperti kota yang menjadi pusat penyebaran islam yang dilakukan Sunan Bonang yang merupakan salah satu wali Sembilan (dikenal dengan sebutan wali songo) dan berbagai destinasi wisata yang lengkap. Sedikit promosi sih, tapi memang itulah kesan yang saya dapatkan setelah berkeliling tuban.
Pada kenyataannya, Tuban adalah sebuah Kabupaten di Jawa Timur. Terletak di sepanjang Pantura di bagian utara dan berbatasan dengan Lasem di sebelah barat, Lamongan di sebelah Timur. Kebanyakan masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani dan pedagang. Tuban AKBAR itulah mottonya yang merupakan singkatan dari Aman, Kreatif, Bersih, Asri, Rapi. Tidak berlebihan apabila menyebut diri demikian karena Tuban memang memiliki hal-hal berukuran besar seperti gua, kelenteng, dan masjid yang berukuran besar. Saya akan menunjukkan pada anda nanti.
Kembali lagi ke kelayapan saya. Karena saya buta Tuban “kota”, maka saya dan adik saya pun mencari cara aman untuk menelusuri pusat kota ini, yaitu memulai menelusur dari seputaran pantai utara atau jalur Semarang-Surabaya. Destinasi pertama adalah menikmati pemandangan laut yang cukup menawan meskipun tak ada hamparan pasir di sepanjang pantai.Dari kejauhan, saya melihat perahu-perahu nelayan yang sedang berlabuh yang menambah ramainya pantai selain kendaraan yang lalu lalang.



Tak jauh dari tempat saya menikmati laut, saya melihat sebuah bangunan merah berdiri mentereng menghadap ke arah laut. Hmm ternyata itu adalah kelenteng Kwan Sing Bio yang terkenal itu. Terkenal karena menempati area yang sangat luas dan indah luar biasa.



Klenteng ini didirikan pada tahun 1928 oleh para bangsa Tionghoa yang berdagang di daerah pantai Tuban. Tempat peribadatan ini tidak hanya dikunjungi oleh masayarakat Indonesia, tetapi juga negeri tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Di bagian depan kelenteng, anda akan disambut gapura berwarna merah berani. Ketika masuk, anda akan disambut sebuah benda –yang saya tidak tahu fungsinya apa, menjulang di sebelah tempat persembahyangan utama.



Di belakang tempat persembahyangan, anda akan menemui ruangan kaca yang didalamnya berisi liong dan disekitarnya berdiri patung-patung dewa yang menjaga benda di dalam kaca tersebut.









Saya sudah akan meninggalkan klenteng Kwan sin Bio ketika saya penasaran pada pintu masuk aula luas yang di sepanjang temboknya terpampang lukisan indah.



Hal yang membuat saya terkagum untuk kesekian kali adalah, ternyata di bagian belakang komplek klenteng itu berdiri bangunan yang sangat besar mirip asrama yang mengingatkan saya pada film-film china yang bercerita tentang dinasti-dinasti pada zamannya. Bangunan tersebut ternyata adalah tempat menginap sedangkan aula yang tadi saya lewati adalah tempat pagelaran seni.



Ow ya, jangan khawatir tak dapat tempat parkir, karena kelenteng ini dilengkapi dengan tempat parkir luas dengan toko-toko yang menjual cenderamata. Satu hal ketika pergi ke klenteng ini, jangan sungkan berfoto karena tempat ini memang keren sekali.

bersambung...

Thursday, March 25, 2010

Tulisan pesanan "My Name Is Khan"


Sebenarnya ini note pesanan, haha. Ya seorang teman tadi siang berkata padaku: “pokoknya kamu harus nonton ‘my name is khan’ nung, lalu nulis note, tak tunggu lo.” Waduh, sudah mirip pemimpin redaksi majalah aja dia yang ngingetin deadline ke wartawannya. Aku sendiri sebenarnya tak pernah bisa menulis karena disuruh, aku selalu menulis karena aku ingin. Tapi untuknya, aku pun siang itu segera ke XXI untuk menonton My name is Khan dan saat ini mengetik note tak pentingku dengan sebungkus klepon disebelahku.

Seperti yang sudah-sudah, aku selalu nonton bioskop sendiri dan entah kenapa, aku selalu kebagian duduk disebelah sepasang kekasih. Bukan iri sih, tapi kepingin aja, hahaha. Baiklah, aku sebenarnya gak tahu apa yang diinginkan pemesan note-ku untuk aku tulis tentang film itu. Tapi satu fakta yang ingin aku katakan tentang film itu adalah: ketika keluar ruangan, aku melihat begitu banyak mata yang sembab dan hidung merah tanda habis menangis, hahaha. Dodolnya, itu juga terjadi padaku. Agaknya film itu memang cukup menguras air mata yang mengingatkanku pada film-film syah Rukh Khan sebelum-sebelumnya seperti Kabi kushi Kabi Gham dan Kuch Kuch Ho ta hai. Hahaha hafal ya aku. Ya iyalah, aku ini dulu penggemar beratnya Khan dan Kajol. Kalo lihat film mereka, mewekku bisa kenceng banget, sampai sesenggukan, apalagi kalau ingat adegan ketika kajol pergi naik kereta dan Khan mengejarnya di film Kuch Kuch Ho ta Hai, rasanya hopeless (lebayyy tingkat tinggi).

Ah sudahlah, film india memang selalu lebay tapi itu pula yang selalu sukses membuat perasaan penonton terombang-ambing lalu meneteskan air mata. Aku sendiri sebenarnya suka dengan film ‘My name is Khan’ terutama karena aku muslim. Film itu seperti menegaskan bahwa islam itu kompleks. Dan karenanya, untung-untungan bagimu apakah lihat jeleknya saja, atau bagusnya saja, sehingga pada akhirnya kamu akan dapat memutuskan apakah akan memusuhinya atau berdamai dengannya. Kebetulan, Khan adalah representasi dari islam yang “baik” dan si dokter provokator sebagai representasi islam “tak-baik” (penafsiranku dari film itu). Biasa film Hollywood selalu berkutat dengan protagonist dan antagonist, pahlawan dan penjahat.

Satu hal dari note ini adalah aku tak akan mendramatisir tentang diskriminasi ‘ke-muslim-an’ waktu itu atau memuja-muja Khan yang di film itu terlihat begitu “good”, tapi aku lebih suka melihat film ini dari sisi yang tak terlihat, yaitu “nilai”. Nilai tentang keadilan kepada sesama manusia atau bahkan kepada Tuhan. Menurutku, jangan dikira cuma Tuhan saja yang berlaku adil pada manusia, tapi manusia juga harus berlaku adil pada Tuhan. Apakah adil bagi Tuhan ketika umat-Nya mencemarkan nama baik agama-Nya sementara Dia tak pernah memastikannya sebagai hal yang mutlak dilakukan pada suatu waktu, jam, detik tertentu?

Terus terang, waktu melihat film ini, aku lebih banyak ter-sentil dengan hal-hal yang dialami oleh Khan. Dulu waktu kecil (kira-kira umur 5-6 tahun), aku adalah salah satu anak yang terancam dengan keberadaan orang seperti Khan, maaf, yang “berbeda” seperti itu. Dia adalah laki-laki yang sebenarnya masih saudara jauhku. Setiap aku berangkat sekolah TK dibonceng mbakku, dia akan mengejar dengan sepeda mini-nya dan aku akan berteriak menyuruh mbakku supaya lebih cepat mengayuh. Aku tak pernah berani ke rumahnya karena dia pasti akan bertingkah aneh. Setahuku waktu itu, dia adalah orang gila, begitu yang orang-orang katakan tentangnya. Hmm aku jadi berpikir,,,mungkin waktu itu dia kesepian, ya dia pasti kesepian karena tidak ada yang mau bermain dengannya, makanya dia mengejarku, karena mungkin, dia ingin bermain denganku dan ingin bersekolah sepertiku.

Saat menulis ini, aku baru sadar, itu pasti tak adil untuknya. Siapa sih yang mau diciptakan seperti itu? mungkin dia juga tak mau kan? Lalu punya hak apa aku “menolaknya”? namun seperti Khan setelah menemui Obama yang lalu tak “tertolak” lagi, saudara jauhku juga sekarang pasti tak tertolak lagi, karena dia telah tenang di persemayamannya…”Saudaraku aku ingin bermain denganmu, tapi aku tak ingin mati cepat, jadi main sendiri dulu ya…hehehe”

Sentilan lain adalah tentang kelapangan hati untuk sedikit saja meluangkan waktu bergaul dengan rasa benci. Rasanya ingin tertawa karena melihat kepolosan Khan yang didalam film itu punya kepribadian yang “jujur, pemurah, istiqomah, amanah” (dua kata terakhir mengingatkanku pada mata pelajaran aqidah akhlaq waktu MTS hahaha). Mbak Istiqomah dan Amanah itu kira-kira artinya “teguh pada pendirian” dan “dapat dipercaya/menepati janji”. Terpikir olehku: mungkinkah dia punya sifat seperti itu apabila dia orang “sehat dan normal” seperti kita-kita ini? Apakah dia akan begitu cepat memaafkan orang-orang yang “menolak dan menganiayanya” apabila dia seperti kita-kita ini? Hehe disinilah letak sentilan itu. Ternyata keegoisan seseorang yang sehat wal afiat ketika marah kepada sesama manusia lain atau bahkan Tuhan, dapat mengalahkan keinginan untuk berdamai dengan semuanya dan menghilangkan rasa dendam. Para muslim yang dengan cepat sakit hatinya karena dikompori oleh provokator, lalu orang-orang AS yang punya stereotip buruk pada orang muslim pasca 9/11, sangat kontras dengan “kelapangan hati” yang dimiliki oleh Khan, kenapa bisa begitu? Aku tak akan menjawab karena Khan “berbeda” dan orang lain sehat wal afiat, karena aku yakin, banyak orang yang sehat wal afiat yang punya kelapangan hati seperti halnya Khan. Lalu timbul pertanyaan: apakah aku diantara orang-orang yang punya kelapangan hati layaknya Khan? Bagaimana dengan anda? Hahaha sepertinya aku dan anda butuh meteran untuk mengukur lebar dan panjang hati kita, agar kita tahu berada luasnya (rumus matematikanya L=pxl kan ya?)

Adoooo sepertinya note ini akan panjang. Khan terlalu banyak memberi inspirasi yang sulit terungkapkan. Aku tak akan bilang “ayo kita sebagai muslim (dan tak hanya muslim) jadi kayak Khan yoook…” hehe aku merasa belum memiliki kapasitas seperti itu, karena ketika aku bilang begitu, aku punya konsekwensi untuk TELAH seperti itu padahal aku juga gak dapat memastikan semua yang dilakukan Khan benar. Tapi aku akan tetap menyederhanakan semuanya dan bilang: aku juga manusia layaknya Khan, aku yakin kami sama-sama dewasa untuk membedakan mana yang baik dan jahat. Ketika Khan (seperti) selalu memberi kesempatan pada hal baik, maka aku akan BERUSAHA untuk selalu memberi kesempatan pada hal yang baik itu pula. Apakah nanti jadinya jelek? Aku pasrahkan semuanya pada Tuhan. Gitu aja kok rempong.

Terus terang sulit menulis note ini karena film itu sarat dengan pesan moral dan sayangnya aku bukanlah orang yang tepat untuk menggembar-gemborkannya. intinya, Rekonsiliasi adalah kata yang tepat mewakili film itu. seperti si pembuat naskah ingin berkata “sudahlah, buat apa kita bertengkar karena perbedaan. Tak semua yang kamu anggap berbeda (secara ekstrem) denganmu itu jahat. Karena di dunia ini cuma ada yang jahat dan baik. Dan yang baik itu sebenarnya terlihat jelas, lalu kenapa kita tak memberi kesempatan pada yang baik?”

Tuesday, March 23, 2010

Cerita tentang Korupsi

Waktu itu pagi di suatu pasar di sebuah kecamatan kecil di Tuban, Jatim. Aku memarkirkan sepeda motorku di depan pasar yang dikelola oleh pihak berwenang di pasar itu. Seragam tukang parkirnya berwarna hijau mirip punya hansip lengkap dengan topi yang mengingatkanku pada topi KKN-ku. Jadi aku percayakan sepeda motorku di tangan bapak-bapak yang kalihatan “amanah” itu. Aku pun diberi karcis kecil lengkap dengan cap yang menandakan itu tempat parkir resmi. Setelah selesai belanja, aku pun menuju motorku, aku telah menyiapkan uang Rp.1000 untuk membayar parkir, namun aku urungkan karena ternyata di kertas hanya tertulis angka Rp.300. Aku pun hampir menyerahkan uang Rp.500 ketika bapak petugas parkir mengatakan aku harus bayar Rp.1000 karena aku manis (ehem), dan 1500 bagi orang jelek. Lalu aku nyolot.

“Di kertas ditulis Rp.300, kok bayarnya jadi Rp.1000 pak?” (telah aku artikan, bahasa sebenarnya bahasa kromo) Kataku dengan senyum mengejek

“Mbak kan bawa karcis yang tulisannya Rp.300, lalu karcis yang nempel di motor mbak kan juga Rp.300, jadinya Rp.600 to. Yang Rp.200 untuk beli rokok, Rp.200 untuk beli wedang (minuman)”

“berarti korupsi dong?”

“Ya nggak no, kan udah ngomong, korupsi kan ndak ngomong”

Tukang parkir lain, yang juga teman tukang parkir pertama ikut nimbrung. Aku menanyakan hal yang sama dan dia bilang gini.”sudah, jangan bilang siapa-siapa. Diikhlaskan saja, semoga sehat, blab la bla.”

Karena jengah dengan kelakuan mereka, aku pun tancap gas dan berlalu meninggalkan mereka yang masih ngoceh. Sampai rumah, aku bertanya pada bapakku. “pak, biasanya bapak bayar parkir di pasar berapa?” beliau menjawab:”Rp.500, kadang malah gak bayar soalnya mereka sudah kenal aku”
“aku tadi disuruh bayar Rp.1000”
“Kalo tahu anakku, pasti nggak ditarik Rp.1000, soalnya mereka sudah kenal aku”
Batinku:”waaa ini nepotisme namanya”

Itu sepenggal cerita bodoh yang aku alami di sebuah kota kecil di pelosok Tuban. Yang ingin aku katakan adalah:Korupsi ternyata telah mengakar dimana-mana, tak terkecuali di kota kecil yang jauh dari sorotan KPK, yang dilakukan aparat berwenang meskipun itu dalam jumlah yang kecil. Angka yang harusnya cuma 300, menjadi 1000, ckckck hampir 3 kali lipatnya! Bayangkan berapa keuntungan pegawai parkir itu. Aku yakin, dari pihak pengelola pasar (berarti pemerintah di kecamatan itu), mereka telah digaji. Tidak heran, para koruptor bisa korupsi buanyak berkali-kali lipat dari uang yang seharusnya menjadi haknya.

Waktu menulis ini, aku sebenarnya ingin sekali mencari cara untuk “melaporkan” perbuatan mereka ke pihak yang berwenang mengenai permasalahan perparkiran tadi, tapi di hatiku juga timbul keraguan: “yakin nung kamu mau melaporkan ini ke pihak yang berwenang? Kamu tahu dimana dan siapa? Kamu gak kasian sama dua petugas parkir itu yang pasti orang kecil?”

Hahahaha rasanya ingin tertawa karena dua hal: pertama, aku tahu perbuatan mereka curang. Namun aku memaksa diriku untuk tidak mau tahu karena merasa tidak berdaya dan tidak punya akses untuk melaporkan kedua bapak-bapak tadi. Kedua, apakah permasalahan kecil (korupsi 600) harus aku besar-besarkan? Kasihan mereka…

Itulah, menurutku, dua hal yang membuat korupsi terus mengakar bahkan di tempat, waktu, dan tokoh yang paling kecil sekalipun. Yap dua hal itu adalah: kita tak punya “sesuatu” yang siap untuk jadi pendengar dan rujukan ketika ada korupsi di sekitar kita, dan lalu dengan gagah berani mau meninjaklanjuti. Polisi? Aku, jujur saja, pesimis dengan mereka. Sayangnya KPK hanyalah sebuah tangan dewi keadilan yang hanya ada di ibu kota yang panjangnya tak menjangkau pelosok Tuban. Kedua: kita selalu berlagak jadi pemaaf dan membuat hal itu “umum” terjadi. Kita bahkan tak menganggapnya sesuatu kecurangan atau bahkan kejahatan. Jadi sikap permisif itulah yang terus saja membuat perbuatan curang itu beranak-pinak bahkan di lingkungan yang paling kecil sekalipun.

Jujur, ketika nyolot seperti tadi kepada dua bapak yang agak tua yang juga dua tukang parkir koruptor, aku tak merasa berdosa sama sekali. Meskipun mereka dua bapak-bapak yang mungkin miskin dan memang telah tua…Aku tak akan bilang yang aku lakukan tadi benar, itu terserah pendapat anda-anda yang membaca note ini.
Orang Indonesia itu terlalu pemaaf dan “sok baik”, makanya korupsi gak pernah mati, hehe.

Monday, March 8, 2010

Tak Berjudul

Suatu hari temanku bertanya ke aku. “Nung, kenapa sih kamu suka pergi-pergi sendiri?”

Aku jawab dengan polosnya.”Mmm karena ga ada yang mau pergi sama aku”
Hahahahahahaha dan kami pun tertawa seperti kesetanan.

Jauh di lubuk hatiku, aku juga bertanya hal yang sama. Iya ya, kenapa teman-temanku (mungkin) tak ada yang mau pergi sama aku ya?

Waktu itu aku menjawab ragu. “Teman-temanku sibuk semua hehehe”

Sementara aku yang sedang galau dengan pertanyaan yang sulit aku jawab itu, seorang temanku yang lain tengah galau pula dengan pertanyaan yang hampir sama, intinya dia mempertanyakan keeksistensian pertemannya dengan beberapa temannya. Dia merasa diabaikan dan diacuhkan. Tak lagi diajak bareng-bareng seperti dulu. Dia kadang mengeluh padaku, dan aku sebenarnya juga tak tahu harus menyikapinya bagaimana, karena aku –jujur saja, tak sedang merasa begitu meskipun aku sering sendiri menikmati susah dan bahagiaku.

Intinya aku ingin bilang: setelah merasa berkorban dan melakukan banyak hal kepada orang lain, mau tak mau, kadang kita ingin mendapat balasan dari orang itu, dengan sepantasnya. Berani taruhan, kamu juga sering merasa seperti itu kan!

Rasanya ingin tertawa lepas…sampai sekarang aku belum menemukan cara untuk membuat rasa itu lebih simple, sulit sekali! Suatu hari berbulan-bulan yang lalu, aku menulis di statusku yang intinya tak mau menolong “seseorang” lagi karena telah habis kesabaranku. Aku merasa selalu ada untuknya dan telah berkorban terlalu banyak, tapi ketika hidupku begitu sempit dan memohon untuk diberi sedikit saja belas kasihan, dia tak berkehendak. Rasanya waktu itu sakit sekali. Aku yakin seyakin-yakinnya, kamu pasti juga pernah mengalami hal yang sama. Merasa telah melakukan banyak hal untuk orang lain, tapi orang itu tak membalas sepantasnya. Lalu apakah hidup pada akhirnya akan selalu dipenuhi dengan hal seperti itu?

Tadi sore, aku mendengarkan swaragama dan Si Taufik (penyiarnya) punya satu sesi yaitu “monster monday”. Kamu boleh mengajukan satu nama yang hari itu menjengkelkan kamu dan taufik akan mem-flush orang itu seperti –maaf, kotoran di WC. Kebetulan client Taufik melaporkan temannya yang hari itu nyebelin banget (menurut si client) karena tak mau meminjami buku padahal biasanya client ini selalu meminjami si korban bukunya. Lalu Taufik bilang sebelum mem-flush si korban: “ini hukuman untuk orang yang tak bisa menghargai kebaikan orang lain (itu seingatku).” Dan grojog grojok, disiramlah itu si korban (meskipun cuma lewat telpon), hahaha. Tak aku sangkal, aku ikut puas mendengar itu.

Lalu aku pun bertanya dalam hati: apakah aku tak cukup menghargai kebaikan orang lain ya sehingga setiap aku butuh orang lain, mereka serasa lenyap? Sringggggg. Btw, Aku sedang tersenyum kecut sekarang.

Tapi aku selalu dapat hikmah dari semua hal yang mungkin menurut orang itu sial. Yap!? Aku selalu membuatnya simple dengan bilang pada diriku sendiri: Kamu bisa kok nung sendiri, itu akan membuatmu lebih kuat!? Maka ketika kamu telah merasa sedikit kuat, berikanlah kekuatanmu itu untuk orang yang memintanya, agar hidup itu tak hanya meminta saja. Hahahaha aku merasa sok bijaksana sekali hari ini.
Yayaya ini mungkin sejenis pelipur lara,,,tapi satu hal yang ingin aku katakan, sekali kita menuntut dan diberi/dilayani, maka kita akan terus menuntut. Apa akibatnya? Kita tak akan siap ketika suatu hari kita harus menghadapi sendiri, ketika tak ada orang yang siap melayani, ketika semua pergi. Lalu apa kita hanya akan mengeluh dan menyalahkan orang lain?? Ah sudahlah,,,selalu ada alternatif untuk membuat hidup ini berwarna, untuk membuat hidup berjalan dengan penuh sureprize tanpa harus selalu dipermudah oleh orang lain.

Dan malam setelah aku ditanya temanku diatas, dalam pejaman mata, aku berpikir. Dengan mereka jadi temanku saja, aku telah senang. Aku tak perduli mereka membalas yang telah aku lakukan pada mereka atau tidak, dan aku juga tak perduli mereka selalu ada ketika aku butuh atau tidak. Karena aku yakin, apa yang aku jalani sekarang itu membuatku lebih kuat. Seperti yang pernah aku bilang dalam note-ku tentang “Abee bukan bapakku”, ketika kita harus menjalani semua sendiri, itu akan membuat kita lebih kuat. Hehe aku akan selalu berterimakasih pada teman-temanku meskipun tak selalu ada untukku. Karena berteman bagiku tak hanya kalimat “teman ada ketika aku butuh” tapi juga “tak ada” ketika aku butuh karena aku yakin, proses itu akan membuatku lebih kuat.

Aku akan berusaha ada untuk kalian…dan aku tak mengharapkan apa-apa dari kalian, karena aku ingin menjadi kuat karena dan untuk kalian…hehehe

Tuesday, February 23, 2010

The Gift

Selalu ada cerita dibalik sebuah barang. Ini lucu sekali sebenarnya. yap, cerita ini tentang beberapa barang yang diberikan dan/atau aku berikan pada orang lain. Barang2 itu adalah sebuah mug, alat pemotong kuku, sebungkus coklat caca, dan kaos oblong.


Sebuah Mug yang lucu pemberian seorang kawan yang dulu sekos denganku. Namanya mbak wida. Waktu itu kami semua harus pindah kos karena kos kami akan direnovasi. Dan otomatis, itu akan menjadi kepindahanku yang ketiga dalam 1 1/2 tahun. Aku serasa lebih muda beberapa bulan kalau melihat mug itu karena aku seperti lahir pada bulan dengan bintang Aries, padahal sebenarnya bintangku Aquarius. Mug itu kalau hidup mungkin akan mengeluh, karena saking seringnya aku gunakan. Ketika aku membuat coklat panasku, maka dia yang akan menampungnya. Dia adalah pasangan sempurna bagi laptopku, karena dia yang akan selalu ada di samping laptop yang tak pernah mengeluh aku pencet terus. Owh ya, ketika mbak Wid memberikan mugnya, dia berkata “aku tak punya apa-apa Nung, tapi walaupun begitu, aku tak akan memberikan yang jelek untukmu”. Hmm jujur, bukan karena pemberiannya aku sayang padanya, tapi karena kesediannya untuk menjadi temanku…


Alat pemotong kuku. Ah aku biasa menyebutnya ketoan kuku. Aku beruntung mendapatkannya karena alat ini memang enak dipakai. Dengan sekali pencet, kukuku yang panjang akan segera terpasung. Suatu hari sekitar 5 tahun yang lalu seseorang memberikannya padaku. Sebut saja Tumini. Sambil menyodorkan ketoan kuku itu, dia bilang: “ini tak kasih ketoan kuku. Itu dulu ketoan kuku kenangan lo” katanya sambil mencibir ke arah suaminya, sebut saja Marwoto. Lalu dia meneruskan: “itu kan pemberian dari pengagum dia (Marwoto), bahkan ada suratnya, katanya begini ‘semoga alat pemotong kuku ini dapat selalu mengingatkanmu padaku seperti kukumu yang selalu tumbuh”. Hayyah aku cuma tertawa saja waktu itu. Sementara Marwoto cengengesan melihat tingkah istrinya yang kelihatan sekali sedang mencurahkan kecemburuannya. Batinku, mereka yang geger, aku yang untung dapat ketoan kuku gratis hahaha. Dan disinilah ketoan kuku itu, dia tak karatan dan masih menggigit seperti biasa. Dasar sepasang suami istri yang aneh,,,

Ehem barang ketiga adalah sebungkus coklat caca. Sekitar 2 1/2 tahun yang lalu, HP ku hilang, dan beberapa hari setelahnya, seorang teman memberiku coklat caca. Ada pesan di kertas kecil yang bunyinya “jangan sedih ya Nung…Cheers! Your Sista”. Hahaha dan tahukah kau? aku memakan coklat itu dan tak pernah membuang bungkusnya. Aku tempel diantara jadwal kuliahku. Namun sayangnya, bungkus itu sekarang hilang, aku tak tahu dimana bersembunyi…Terima kasih Hety, coklat caca mu waktu itu membuatku lebih kuat, hehehe

Dan yang terakhir adalah kaos murahan nan jelek yang aku beli di Lombok waktu SE. Hahaha ini lucu sekali. Sebenarnya kaos itu oleh-oleh untuk seorang teman jauh. Dan rencananya aku akan memberikannya ketika dia berkunjung ke jogja. Kaos itu bergambar peta gunung rinjani dan bertuliskan “tracking at Rinjani”. Tapi ternyata yang ditunggu tak pernah datang dan aku pun memutuskan untuk memberikannya saja kepada orang lain. Dan suatu hari, aku diundang ke kos seorang teman yang tak lain adalah mbak Wida. Aku pun teringat dengan kaos musibah yang harus segera aku singkirkan dari kamarku. Maka aku pun dengan malu-malu menyerahkannya padanya. “Mbak, semoga muat ya…” Sumpah!aku tak sadar bilang gitu ke dia. Terlalu jujur karena memang badan dia yang “agak” besar. Lalu dia menyahut, “ini all size kan nung”…dan kami pun tertawa seru. Kemarin ketika aku bertemu dengannya, dia memakai kaos itu. Dia bilang padaku “Nung, ketika aku melihat diriku di kaca tadi, ternyata kaos ini cocok ya untukku. Aku ngrasa nyaman aja.” Aku cuma bisa nyengir sambil membatin:”mungkin kaos itu memang seharusnya untukmu mbak”

Yah begitulah. Tanpa benar-benar aku sadari, ternyata banyak barang-barang di sekitarku yang mengingatkan dan memberi kenangan. Selalu ada arti di setiap barang. Dan aku lebih suka melihat artinya daripada wujudnya. Karena arti itu berarti hati,,,

Monday, February 22, 2010

Menjadi Indonesia

Aku menulis ini menjelang magrib setelah membaca buku “Sejuta hati untuk Gus Dur” dan mendengarkan pandji yang sedang diwawancara di Swaragama. Kalau kamu belum tahu pandji yang mana, itu lho, pandji si presenter “kena deh!?” di TV7 yang lalu dipindah ke ANTV. Sekarang dia nyanyi. Aku kira, dia cuma sedang ikut-ikutan artis lain yang berbondong-bondong jadi penyanyi cinta. Tapi ternyata anggapanku salah! dia tidak sekedar nyanyi, dia menawarkan sesuatu yang lain, sesuatu itu adalah “hati” untuk indonesia. Yah dia mencampur lagu rap dan suara pas-pasannya dengan bumbu yang special. Lebih “meaning” dibandingkan lagu-lagu apapun yang pernah aku dengar. Yaitu seruan untuk sepenuhnya MENJADI INDONESIA. Lalu kenapa itu penting? Hah aku tak tahu harus mulai dari mana, tapi aku akan menceritakan sesuatu kawan, ceritaku…Ini sama sekali bukan bermaksud sombong, aku takut kau salah paham,,,

Waktu itu sore di bulan September, seseorang meng-sms aku yang ternyata adalah Marianus Kleden, dia berkata “Saya sedang membaca essay anda mbak Ainur, sangat cerdas dan NASIONALIS…” seterusnya dia bicara tentang pemecahan masalah essayku yang aku ikutkan dalam lomba menulis essay Tempo “menjadi Indonesia”. Aku tersentak, terutama dengan bunyi nasionalis yang aku cetak dengan huruf kapital diatas. Apakah memang nasionalis? Aku mengernyit dan menganggapnya lucu karena sebenarnya aku tak merasa seperti itu. Dan saat pemenang diumumkan, aku tambah kaget. Aku dapat nomer dua dan sama sekali tak merasakan hawa “wahhh”, karena aku hanya menulis saja. Hey!mungkin saja aku tak pantas menerima itu!? Dan mau tak mau, kemenangan itu sebenarnya membuatku berpikir. Yah aku berpikir lama setelahnya dan kadang membaca essayku lagi. Sebenarnya, aku tak se-nasionalis itu…mungkin masih banyak anak lain yang mengirim essay-nya dan lebih mencintai indonesia dibanding aku. Aku tak tahu, mungkin ketika menulis itu, aku kemasukan arwah pejuang sehingga jiwanya tercurah di tulisanku. Dan dari kemenangan itulah aku mulai belajar tentang sesuatu yang sebenarnya telah aku pelajari sejak lama lewat pelajaran atau kuliah yang berbau ke-pancasila-an, namun tak pernah aku resapi,,,yaitu menjadi Indonesia.

Aku tak akan bilang ini pelajaran, tapi aku akan bilang ini dengan “pengalaman”.


Pengalaman pertama adalah bertemu dengan 20 besar “Menjadi Indonesia”. Mereka adalah Mas Arif, Mas Firdos, Fathan, Made, Fakhri, Ayos, Rona, Prima, Mas Islah, Dea, Jati, Veri, Goklas, Nur Cholis, dan sidiq. “Orisinal”. Aku pikir itu kata yang paling menggambarkan mereka. Yup mereka memaknai Indonesia dengan cara mereka sendiri. Anak-anak yang “jadi mereka sendiri”. Aku tak melihat anak yang sok gaul dan berbicara dengan campuran bahasa inggris atau yang sok bicara berat dengan kata-kata yang sulit ku pahami (yang sering aku temui). Aku melihat orang-orang yang apa adanya, yang ingin melakukan sesuatu bagi negaranya, Indonesia. Ketika di Ismail Marzuki untuk acara penutupan setelah 5 hari kemah, aku begitu bangga berdiri diantara mereka. Bukan karena kami 20 besar, tapi karena aku diantara anak-anak yang mungkin lebih banyak berbuat sesuatu untuk Indonesia daripada aku yang tak pernah berkarya untuk Indonesia/banyak orang. Aku menemukan pengalaman yang tidak dapat terdeskripsikan. Dan dari sana, aku semakin penasaran,,,aku memantapkan niat untuk terus mencari “menjadi Indonesia”

Bulan Nopember kalau tak salah, aku presentasi essay di Universitas Sanata Dharma. Kau tahu kan ini universitas Kristen. Dan waktu itu, mungkin aku adalah satu-satunya orang muslim di ruangan yang penuh dengan orang kristen. Dengan jilbabku aku maju ke depan, mencoba tenang walaupun hatiku tak bisa berbohong bahwa “menjadi minoritas itu bikin was-was” hehehe. Yah aku seperti ada di tempat asing yang jauh dari hidupku biasanya. Dan diantara sekian banyak orang, tak ada yang ku kenal, aku sendirian. Tak ada pendamping yang menguatkanku seperti pendamping finalis yang lain. Tapi hatiku tenang karena seorang romo memberi sambutan dengan kata-katanya yang meneduhkan:“siapapun anda, anda punya hak yang sama”.

Dan Alhamdulillah keberuntungan ada di pihakku, akupun disuruh memberi sepatah dua patah kata. Aku tak berkata banyak waktu itu, semuanya mengalir karena aku tak diberi waktu untuk berpikir. Yang ku ingat waktu itu aku berkata “ketika datang tadi, saya merasa asing. Terima kasih telah memberi saya kesempatan berdiri di sini. Saya beruntung, bukan karena berdiri sebagai pemenang, tapi karena saya telah memperoleh kawan-kawan dan keluarga baru…” Itulah pengalaman kedua. Ketika ada dalam keadaan minoritas, aku semakin merasa berada di Indonesia. Yang begitu beragam dengan agama, suku, bahasa dll. Ternyata keberagaman itu indah ya,,,dan pesan mereka ketika aku akan pergi “berkunjunglah kapan saja, tangan kami selalu terbuka…”aku tersenyum…


Dan mungkin pengalaman ketiga adalah hari ini, 20 feb 2010. Aku menghabiskan buku “sejuta hati untuk Gus Dur” kurang dari dua hari karena begitu indah ceritanya. Aku menemukan orang yang begitu mencintai Indonesia. Tahukah kau, sewaktu kecil, aku bisa dikatakan dekat dengan dunia pesantren karena dibelakang rumahku berdiri pesantren. Dan ketika agak besar, aku mulai bosan dengan dunia pesantren karena aku banyak melihat ketidakteraturan dan para Kyai-nya yang tak “murni” lagi. Kebanyakan mereka ikut politik praktis atau berpartai, sehingga ke-kyai-an mereka secara pribadi aku ragukan. Iya kalau niatnya untuk perjuangan dan membawa kebaikan untuk semuanya, tapi bukan, terlihat sekali kalau mereka bersaing demi uang atau kekuasaan. Paling tidak itu yang terjadi di sekitarku yang berhasil aku temui. Tapi tadi setelah aku membaca itu, aku sadar bahwa tak semua Kyai begitu. Bahwa dunia yang dulu dekat denganku yaitu pesantren, sebenarnya tak pernah aku tinggalkan, karena banyak essay dan tulisanku yang bercerita tentang pasantren dan dunia seputarnya. Pesantren yang kadang aku “tak begitu suka” itu, disaat yang sama juga aku sayang dan ingin aku perjuangkan. Bahwa pesantren juga tak pernah terpisah dengan Indonesia,,,pesantren berjuang untuk Indonesia…Lalu kenapa aku harus memilih diantara keduanya?


Dan sebelum maghrib tadi, aku tak sengaja mendengar pandji diwawancara di radio swaragama. Aku baru mendengar lagu-lagunya dan tercengang. Mau tak mau, semangat itu datang lagi. Semangat untuk “menjadi Indonesia”. Negara ini pantas diperjuangkan, itu yang aku tangkap dari lagu-lagunya. Dan sebagai generasi muda, aku tak akan lagi menertawakan Indonesia yang memang penuh dengan ketidaksempurnaan, tapi dibalik ketidaksempurnaan itu masih banyak yang dapat dicintai dari Indonesia. Meaning yang sekali lagi membuatku “terpanggil” untuk melakukan sesuatu. Aku sarankan, dengarkanlah lagu-lagunya, walaupun secara kwalitas suara, dia tak bagus-bagus amat.

Aku akan menutup tulisan ini dengan satu bait lagu pandji feat Tompi:”Ini lagu, bukan lagu rindu. Ini lagu untuk membuka pikirmu. Kalau negeri ini bukan negeri babu, ayo anak negeri mana karyamu,,,”

Tunggu apa lagi, mari “menjadi Indonesia” sepenuhnya, Kawan!?

Wednesday, February 10, 2010

Tentang Coklat Panas

Entah kenapa aku merasa perlu untuk menjelaskan tentang blog ini. Well, kenapa aku perlu membuat blog yang berisi cerita-cerita membosankan (hahaha) yang kebanyakan berbau pribadi? ‘Emang siapa sih lo? Bukan artis, pejabat, lo cuma nanung. Ga penting banget sih,,,’ Hmm kadang aku juga bingung sendiri kenapa aku begitu bersemangat menceritakan banyak hal dan sekali lagi itu kebanyakan kehidupan pribadiku, dimana aku benar-benar terlibat didalamnya. Karena sebenarnya aku tipe orang dibalik layar.

Jawabannya simple. Sama sekali bukan narsis atau sok merasa penting, tapi aku ingin berbagi tentang cerita-cerita yang siapa tahu dapat menginspirasimu. Aha apakah itu muluk-muluk? Ketika aku bercerita tentang keluargaku, aku harap engkau juga akan merasakan kehadiran keluargamu yang berharga itu dan tak sungkan mengungkapkan rasa bangga dan cintamu pada mereka. Ketika aku bercerita tentang pengalaman-pengalaman lucu, aku ingin membuatmu tertawa dan sudahlah, walau kadang sedih, mari kita tertawakan saja. Bukankah setiap orang punya sisi konyolnya sendiri? Haha. Lalu ketika aku bercerita tentang kisah-kisah kawanku, aku ingin mengatakan bahwa hidup kita begitu kaya karena ada banyak cerita yang harusnya membuat kita berpikir dan lebih dewasa. Yah semua membuat kita lebih dewasa kawan. Pengalaman-pengalaman, masa lalu, dan lingkungan sekitar. Aku ingin kau kadang mengingatnya dan mengemasnya kembali menjadi mindset yang lebih baik. Bahwa semua adalah proses pembelajaran. That’s great hah? Itulah yang aku maksud dengan “menertawakan hidup”.

Menertawakan hidup itu tak sekedar tertawa karena itu konyol, tapi tertawa karena kita ingin membuat hal yang tak damai menjadi simple dan tertebak, lalu menjadi lebih damai untuk kita sendiri dan orang lain. Singkatnya, mentransformasikan elemen-elemen negative menuju positif dengan berpikir positif dan rasional. Okey! Yeah I got it!? Apa itu tadi maksudnya. Never mind. Dan sebenarnya semangat menertawakan hidup itu bukanlah ciptaan Abu Nawas. Hehe aku cuma sotoy saja kalau dia punya semangat itu. aku hanya mengaguminya saja dan aku pikir, tokoh yang humoris dan cerdas macam beliau layak ditiru,,,hehehe.

Ow ya, kenapa aku kebanyakan menceritakan cerita nyata baik itu dari diriku sendiri, teman, lingkungan sekitar, dan bukan artis, tokoh sejarah atau orang-orang besar yang semua tak aku kenal. Karena aku nanung, adalah orang yang tak mau menebak-nebak. Ketika aku mengatakan sesuatu, aku ingin itu jujur dan karena aku terlibat di dalamnya. Tak hanya mengira-ngira. Misal aku bercerita tentang Pak Soeharto buanyak sekali, tapi aku tak begitu mengenalnya. Sebenarnya sah-sah saja sih, tapi aku merasa, aku tak ingin merugikannya atau menguntungkannya dengan ke-sotoy-anku, dengan sedikit pengetahuanku tentangnya yang aku dapat dari cerita-cerita dan buku. Yap aku hanya akan banyak cerita ketika aku terlibat banyak dengan objek itu, dan merasakan hawanya secara langsung. That’s why, tulisan-tulisan di blog ini akan terasa sangat pribadi. Dan kadang aku curcol atau bahkan ngegosip, tapi itu tetap dengan perspektifku, hahaha

Dan,,,kenapa coklat panas? Penjelasannya diatas noh. Coklat itu dalam bentuk kemasan yang disedu dengan air panas. Sebenarnya agak mahal juga sih, tapi terpaksa, karena sepertinya aku telah ketagihan. Dan dialah yang membuatku tak kesepian ketika menulis apapun. Aku suka Coklat Panas!? Oke selamat membaca tulisan-tulisan tak pentingku. Aku siap mendengar kisahmu atau apapun itu jika kau ingin bercerita denganku. Kau tahu dimana bisa menghubungiku. Siapa tahu saja, itu dapat menginspirasi (ah bahasanya berat banget), ulang, siapa tahu dapat membuat diriku yang bodoh ini menjadi lebih dewasa dan bahagia. Dan kawan-kawan semua tentunya. Jangan khawatir, aku tak akan menceritakannya kepada orang lain ketika aku merasa kau tak mengizinkannya. Dan kau tentu boleh menulis di blog bodohku ini. hehe

Semangat untuk mulai menertawakan hidup kawan!?

Nanung dan Mas Orlando Bloom

Untuk kedua kalinya aku jatuh cinta setelah 9 tahun berlalu (cinta pertamaku adalah mas baju merah). Waktu itu aku baru masuk SMA dan orang tuaku mensyaratkanku mondok di salah satu pesantren di Rembang, Jawa Tengah. Cinta keduaku adalah seorang santri yang satu pesantren dan SMA denganku. Hmm dia adalah laki-laki pujaan di kedua tempat tersebut. Kalau artis, dia mirip siapa ya,,, Orlando Bloom!? (wuih artis Holywood merambah ke Rembang)

Sama dengan cinta pertamaku, aku pun pada awalnya tidak tahu nama pangeran pujaan hatiku. Setahuku, dia santri kesayangan ustadz (kata teman-teman pondokku) dan telah duduk di kelas tiga SMA. Gak tahu, pokoknya suka aja sama dia. Itung-itung meramaikan persaingan di jagat percintaan pondok pesantren. Suatu kali, teman satu pondokku menggosipkannya. Dia juga nge-fans abis dengan Mas Orlando (jiah mas Orlando) dan merupakan bank gossip yang siap memberikan informasi apa saja seputar kumbang pesantren itu. Berdasarkan infomasinya, Mas Orlando suka duduk tak jauh dari tempat dudukku sewaktu mengaji. Sekedar informasi aja, Para santri (laki-laki dan perempuan) pada pagi hari buta mengaji di sebuah aula yang disekat oleh triplek yang bawahnya bolong. Jadi menurut perhitunganku, Mas Orlando harusnya duduk di sampingku kalau tidak ada penyekat itu.

Haha namun penyekat triplek bukanlah halangan bagi pejuang cinta macam aku. Inilah kesempatan bagiku untuk melancarkan jurus nyaplok kumbang!? Aku pun jadi giat berangkat ngaji dan sudah akan ada di posisi ketika teman-teman lain masih menunda-nunda berangkat ngaji. Ini tidak lain agar tempat dudukku tidak dijamah orang lain. Aku pun mulai menyapanya dengan surat kaleng (mungkin lebih cocok disebut surat kolong, karena suratnya aku masukkan ke bolongan kecil di bawah triplek). Heeh cuma sesobek kertas kecil yang aku remas-remas agar tak kelihatan seperti surat.

“Assalamualaikum (wuih sopannyaaaa), anak SMA 1 kan?” Sapaku.
Lama baru dijawabnya. Cuma kata “Iya”
Dan itulah permulaan aku mulai ngobrol melalui surat kolong dengannya. Berminggu-minggu aku ngobrol dengannya tanpa menyebutkan identitasku. Bukannya tidak PD kawan, tapi itu aku lakukan tidak lain karena suatu kejadian yang sangat memalukan yang aku alami tepat di depan matanya.

Ceritanya begini. Suatu pagi (jauh sebelum aku mulai berkirim surat dengannya) ketika para santriwati lari-lari kesetanan untuk bergegas pergi ke sekolah, aku masih belum mandi sedangkan waktu telah menunjukkan pukul 07.00 (sekolahku masuk jam 07.15). Heyah bau asemku pun termanipulasi oleh minyak wangi yang sebenarnya bukanlah minyak wangi, yang sebenarnya itu adalah minyak angin, tapi karena aku percaya persepsi mempengaruhi kenyataan, maka bau minyak angin itu pun aku anggap bau parfume.

Aku juga tak kalah kesetanannya dibanding santriwati lain yang sekarang telah enyah dari pondok pesantren tingkat tiga itu. Dengan cepat aku menyambar dasiku dan memakainya seadanya. Lariiiii?! Seperti mengejar kereta yang di dalamnya ada Sang kekasih, aku pun mengejar angkot warna kuning yang menggoda. Menggoda karena mirip pisang molen. Dan tiba-tiba, angkot yang telah lari agak jauh dariku tersebut berhenti. Aku pikir yang akan keluar dan menghampiriku adalah kernet seperti biasanya, tapi ternyata,,,treng treng treng! Mas Orlando bloom. Sumpah dia sudah mirip artis saja ketika keluar dari angkot itu.

Bukannya bergegas, aku malah terbengong menatapnya dari jauh. Dan seperti tersihir, aku pun melangkah dengan anggun ke arahnya. Ehem ehem tak perduli dengan bauku dan dasiku yang tak rapi, aku harus menyongsong masa depanku dengan meyakinkan. Dia memandangku dari kepala sampai ujung kaki. Dan berhenti pada kakiku,,,haha dia pasti tergagum dengan cara jalanku yang sudah mirip pragawati, batinku.

“Mbak, kok pakai sandal,,,” katanya terbata setelah aku berdiri di hadapannya.
Ampuuun mak,,,aku melihat sandal jepit di kakiku, dan bukan sepatu, warna sendalnya mewakili dua partai, merah di sebelah kanan, dan hijau di sebelah kiri, owhh anggun sekaliii…

Baiklah, itu yang aku maksud pengalaman yang memalukan bersamanya. Tapi itu malah semakin membuatku penasaran padanya. Dan sampailah hari itu ketika dia mengajak bertemu setelah sekian lama kami saling berkirim surat kolong. Aku pun tak kuasa menolak. Sebenarnya kawan, najis bagi santriwan/ santriwati untuk saling bertemu dengan tujuan yang tidak sepantasnya.

Dan datanglah hari itu! aku memilih tempat bertemu yang sangat strategis, yaitu perempatan lampu merah dimana biasanya ada orang yang berjualan ikan hias disana. Yakin itu strategis? Yap absolutely, karena dengan berdiri disana, aku dapat melihat kedatangannya dari berbagai sisi, dan kalau misalkan yang datang bukan mas orlando, aku dapat lari sebelum dia dekat, hahaha

Aku pun telah ada di posisi, masih mengenakan seragam sekolah. Dan benarlah feeling-ku, ternyata yang melambai dan menghampiriku memang bukan dia. Hah aku telah ditipu mentah-mentah!? Lariii,,,

Aku sendiri tidak tahu laki-laki yang menghampiriku siapa (aku bahkan tidak memperhatikannya benar-benar). Yang aku tahu sehari setelah kejadian itu, ada Mi ayam kiriman dari santriwan untukku, dan temanku yang dititipi memastikan itu dari Mas Orlando,,,

Di plastiknya tertulis (pakai spidol) “Afwan,,,”
Sampai sekarang aku ga tau maksudnya.

Tuesday, February 9, 2010

Si lelaki dan Sang gadis (part 2)

Aku seorang adik kawan. Tahukah kau rasanya ketika saudara perempuanmu yang paling kamu sayangi dilamar?



Ikut lega rasanya. Alhamdulillah, mbakku telah menemukannya, insyaAllah. Semoga dia memang yang terbaik untuk mbakku. Haha hidup ini memang lucu. Bagaimana bisa dalam waktu sesingkat itu mbakku bisa jatuh cinta dengannya, tak ada dua bulan, dan kemarin ketika aku berbincang dengan mbakku, aku telah merasakan hawa cinta, dan yah aku yakin dia akan bahagia…Sepertinya sepupuku pantas berterimakasih padaku karena aku adalah salah satu tokoh di balik layar yang sangat membantunya hahaha. Aku yang jarang membela calon untuk mbakku, pada suatu waktu bilang: “mbak, mau tak mau aku telah iri denganmu, karena laki-laki yang bersungguh-sungguh seperti itu jarang, yah laki-laki yang mau memperjuangkan…”



Rasanya ingin tertawa ketika dengan manyunnya, mbakku duduk di bawah lemari di kamar adikku. Sepupuku yang dodol itu telat 3 jam dari jadwal. Padahal semua telah menanti rombongnnya. Dan mbakku yang jarang merias diri itu hampir lelah mempertahankan semangatnya. Meski begitu, dia selalu terlihat cantik bagiku meskipun badannya tak sebahenol dulu hahaha. Dengan muka culunku, aku mencoba menghiburnya, dan mulai menceritakan lagi inbox dari seorang teman yang sebenarnya ditujukan untuknya. Seorang temanku pada suatu waktu mengrim pesan dan dia memberi saran tentang penyakit mbakku. Katanya obat untuk orang yang sakit asma itu :Rajin jalan-jalan pagi,minum madu campur air hangat tiap pagi, dan banyak diberi perhatian (yang lalu aku katakan dengan memiliki suami hahaha). Di inboxnya dia bercerita “Pokoknya tunjukin kalau orang2 di sekelilingnya sayang and care ma dia. Coz dulu aku pernah mendapati orang yang sakit asma parah. Tapi terus sembuh karena neneknya sayaaaaaang banget sama dia. Jd dia terus sembuh 100% dari asma. Dan seseorang itu adalah ayahku”

Mbakku tertawa!? Hah tahukah kau mbak, bahagiamu adalah juga senyumku, hmm

Beberapa jam sebelum rombongan datang, dengan telaten aku menyetrikakan baju yang akan dikenakannya, hati-hati sekali. Dan entah mengapa aku merasa tak pernah menyetrika selicin itu. Haha aku bangga dapat berperan di hari yang begitu penting baginya. Ketika rombongan telah datang dan semua telah duduk dalam satu ruangan, serasa semua mata tertuju padanya dan seperti menghakimi, mereka menilai. Aku duduk di sampingnya, menahan air mata. Hehe aku sungguh cengeng kawan. Ingin sekali memegang tangannya karena itu adalah hari yang menegangkan dan menentukan untuknya. Aku ingin menenangkannya “tenang mbak, aku ada di sampingmu, u’r perfect!? selalu akan seperti itu”. Dan yah semua berjalan dengan baik. Mungkin karena doa mereka berdua, terutama doa sepupuku yang telah menunggu selama setengah umurnya. Yang tak pernah rela mbakku bersanding dengan yang lain, dan pada akhirnya, dia benar-benar membuktikan keseriusannya. Allah selalu Maha Besar, aku yakin itu,,,

Dan mau tak mau, aku telah merasa kehilangan lagi. Seorang saudaraku yang akan dibawa dan menjadi hak sepenuhnya bagi suaminya. Tak akan ada lagi teman keliling ke pak lek waktu lebaran, akan hanya aku dan adikku. Akan tak sering aku berbincang dengannya ketika aku pulang karena dia telah dengan suaminya. Yah mungkin semua tak akan selayaknya dulu.

Dia adalah saudara perempuanku kawan, saudaraku yang dulu selalu mengantarku ke sekolah TK dan SD, lalu kami akan dikejar oleh orang gila. Dia adalah guruku yang selalu menasehatiku dengan tuturnya yang sederhana, dan justru karena itulah dia yang selalu aku dengar. Dia adalah kakak yang dulu ketika aku menangis, mengiringiku menangis,,,dan dia juga sahabatku yang selalu menyempatkan menelponku ketika aku begitu putus asa karena cinta padahal keadaannya sedang parah dan dia selalu bertanya “bagaimana keadaanmu?”, dan aku akan selalu menjawab “aku baik-baik saja” meskipun aku mengucapkannya dengan terisak. Dan kini, kakak perempuanku yang selalu aku dengar itu akan menikah,,,bismillah, Semoga Allah selalu memberi bahagia untukmu mbak,,,Amin Ya Robbal Alamin,,,

NB: Terimakasih mbak Datu atas inbox-nya,,,mbakku senang sekali. Dan kemarin ketika sepupuku datang, dia membawakan madu untuknya,,,

Saturday, February 6, 2010

It's all about strong women (part 1)

Haha aku akan bercerita tentang sesuatu yang Tuhan ciptakan yang mungkin paling sulit dipahami oleh pria, bahkan aku sendiri. Kamu pasti kenal A’a Gim, Ferdinand Marcos, atau Antasari Azhar. Mereka sempurna pada awalnya, namun bersusah payah berjibaku dengan “konsekwensi” dan akhirnya tenggelam bersamaan dengan munculnya satu kata yaitu “wanita”. A’a Gim yang terlihat lebih muda ketika muncul dengan istri mudanya di infotainment semakin jarang saja aku lihat ceramah di TV. Marcos yang sampai akhir hayatnya masih harus was-was karena tuntutan korupsi yang dihadiahkan padanya sementara istrinya memiliki 3000 pasang sepatu di lemarinya dan merupakan perempuan terkaya di dunia (saat mereka sedang jaya-jayanya). Sedangkan Antasari, terlepas benar ataukah tidak, harus mempertahankan semua yang membuatnya sempurna pada awalnya. Karir, nama baik, dan yang paling penting menurutku adalah istri yang pertama kali membelanya di depan seluruh rakyat Indonesia dan dengan tegar bilang “saya yang paling tahu suami saya”. Yah hanya satu kata kawan, “wanita”. It’s all about women,,,

Perlu beratus-ratus notes untuk menggambarkan satu kata ini. Karena wanita itu tak ada yang sama walaupun secara garis besar tak jauh berbeda (bingung kan?). Tapi kali ini, aku akan bercerita tentang wanita kuat versiku (bagian 1).

Suatu hari datang seorang wanita padaku, sebut saja Srintil. Ritual wajibnya ketika mengunjungiku adalah mentraktirku makan bakso hahaha. Srintil tak lagi muda, dia telah berumur 39-an keatas namun belum memiliki pasangan. Aku tak akan membuat ini sulit dengan mendramatisirnya kawan,,,yah dia sedang gundah karena telah lelah bertanding dengan waktu. Dia ingin segera mendapatkan pasangan hidup, itu intinya,,,
Kadang aku heran, kenapa laki-laki begitu bodoh membiarkannya menanti selama itu? Kalau aku jadi laki-laki, aku tak akan menyia-nyiakannya, sejak dulu. Haha aku tidak sedang promosi karena dia telah mentraktirku makan bakso. Walaupun wajahnya tak sekwalitas Zakiya Nurmala, tapi hatinya jauh lebih cantik dari wajah seribu Zakiya Nurmala. Sekali lagi aku tak promosi, tapi bergaul dengannya sedikit memberiku gambaran tentang wanita yang seharusnya, yang harus kuat dan tegar.

“Dia masih menghubungiku, padahal anaknya sudah berapa,,,”. Dan kami pun tertawa ngakak sampai bapak penjual baksonya kaget.

Hmm tidak bermaksud menggosip kawan, tapi seorang laki-laki sering sekali menghubunginya padahal si laki-laki telah menikah. Dulu, waktu mereka masih ingusan, mereka terlibat dalam scene “cinta monyet”. Dan sampai sekarang, si lelaki masih saja “menggodanya”. Bisa saja Srintil meladeni karena dia telah bosan dengan musim kemarau di hidupnya. Tak ada musim hujan yang membawa seorang pangeran yang tiba-tiba memayunginya ketika dia butuh. Tapi tidak kawan,,,dia memang ingin musim hujan segera datang, tapi dia tak mau kalau pangerannya membawa payung yang telah digunakannya untuk memayungi istana yang telah penuh dengan tawa peri-peri kecil-nya dan bau masakan istrinya. Itulah perjuangan seorang wanita,,,diantara beratus-ratus Mayang Sari yang eksis di dunia ini, ada seorang Srintil yang lebih rela hidup hanya dengan musim kemarau daripada musim hujan yang dapat membawa banjir untuk semua. Tahukah kau, menurutku itulah cara paling anggun untuk menghormati dirinya sendiri dan makhluk sejenisnya. Karena dia paham, selegowo apapun seorang wanita menerima untuk diduakan, dalam hati kecilnya, dia tak pernah rela, yakinlah itu! (sotoy tingkat tinggi) Haha Itu Srintil, seorang wanita kuat versiku,,,

Lain lagi dengan Sarinah (bukan nama sebenarnya). Pada suatu hari dia pergi dari rumah meninggalkan suaminya yang “khilaf” (haha akrab kan dengan kata ini?) dan anaknya. Dia datang padaku dan bercerita tentang kehancurannya. Heeh kehancuran rumah tangga yang dibangunnya dengan susah payah, dari nol ketika keduanya belum punya apa-apa. Dan semua komitmen itu sirna karena ulah penghapus yang bermerek “khilaf”.

“Dia pikir, dia saja yang bisa selingkuh, aku juga bisa”. Aku dapat melihat dendam dan ego menyala-nyala di matanya. “aku bekerja dan masih bisa membiayai anakku” katanya angkuh. Hufff modal cinta saja ternyata masih kurang, dan komitmen pun ternyata kalah oleh nafsu. Lalu apa yang lebih masuk akal agar cerita seperti ini tak berakhir dengan kata talak? Jawabannya cuma satu kata yaitu “anak”. Simple kan. Ini komitmen paling bahenol ngalahin “casing” Julia Peres hehehe. Dan Sarinah pun dengan tegar kembali ke rumahnya dan mulai membangun semua dari awal lagi. Ya dari awal. Dia tak hanya menata rumahnya yang berantakan karena telah ditinggalkannya selama beberapa hari, tapi yang jauh lebih berat adalah menata hatinya agar ikhlas untuk hidup lagi dengan laki-laki yang pernah mengabaikan keberadaannya. Dan masa-masa suram itu kini telah lewat kawan,,,hmm. Meskipun kadang Sarinah mengeluh hatinya masih sakit, tapi dia adalah wanita yang sama yang selalu mengambilkan nasi untuk Si laki-laki, menungguinya pulang kerja, dan mengasuh anak-anaknya. Diantara bejibunnya perceraian artis yang sering aku tonton di infotainment, aku masih dapat melihat rumah tangga yang telah dirusak oleh Grandong (cucunya Mak Lampir) dengan aji-aji “buaya makan tempe”-nya dibangun kembali dengan aji-aji a la Sarinah yaitu “rasionalitas wanita”. Aku sotoy ya? Menurutku pilihannya rasional kawan, aku tak akan menjelaskannya dengan konsep strategi karena itu akan sedikit membingungkan. Tapi secara sederhana, dia memiliki bayangan akan masa depan dan pertanyaan simple: “bagaimana dengan anak-anakku kalau aku bercerai? Dia paham sekali akan dapat mencukupi mereka secara lahir, tapi kalau secara batin? Itu cerita lain,,,Yup I have second strong women,,,

Bagiku, wanita itu kuat ketika dia bertahan dengan pilihan yang baik (saat itu). Meskipun seherois apapun seorang “selingkuhan” mempertahankan cintanya lalu melukai istri pertama, itu bukan wanita kuat bagiku. Atau seorang wanita yang menjajakan diri untuk membiayai anaknya sekolah sementara seorang istri sedang menunggu suaminya pulang, dengan menyesal aku katakan juga bukan wanita kuat. Bukankah setiap orang punya cobaannya sendiri-sendiri? In sum, wanita kuat versiku adalah wanita yang tak melukai wanita lain, meskipun cinta telah merasuk sedemikian dalamnya untuk satu lelaki yang sama.

Wanita itu bukan lemah, dia hanya butuh waktu,,,

I'm a big big girl
In a big big world
It's not a big big thing if you leave me
But I do do feel that
I do do will miss you much
Miss you much...
I can see the first leaf falling
It's all yellow and nice
It's so very cold outside
Like the way I'm feeling inside
I'm a big big girl
In a big big world
It's not a big big thing if you leave me
But I do do feel that
I do do will miss you much
Miss you much...
Outside it's now raining
And tears are falling from my eyes
Why did it have to happen
Why did it all have to end
I'm a big big girl
In a big big world
It's not a big big thing if you leave me
But I do do feel that
I do do will miss you much
Miss you much...
I have your arms around me ooooh like fire
But when I open my eyes
You're gone...
I'm a big big girl
In a big big world
It's not a big big thing if you leave me
But I do do feel that
I do do will miss you much
Miss you much...
I'm a big big girl
In a big big world
It's not a big big thing if you leave me
But I do feel I will miss you much
Miss you much...


(Emilia: Big Big Girl)