Tuesday, September 7, 2010

Aku berjalan menunduk

Masa-masa sulit memang seperti tak ada habisnya. Seperti bapakku yang pusing, aku juga. Ya Allah, harus kami ikhtiar bagaimana lagi? Ya, aku mengakui, Engkau Maha Kuasa, maka tolonglah kami..

Banyak masalah menghimpit. Oh bulan puasa ini begitu dahsyat. Aku akui, ibadahku minim. Aku terlalu sibuk bergelut dg bayangan akan masa depan. Hah, seandainya aku dapat berbuat banyak..seandainya mbakku dapat sehat kembali. Segar bugar dan bahagia, andai..

Sedih, ketika aku melihatnya. Tak tega, ingin semuanya berakhir. Kadang karena tak tahan, aku berdoa. 'Gusti Allah, kalau memang dia harus pergi, maka lakukanlah dengan halus. Tapi kalau dia memang harus kembali sehat, maka berilah ia kesempatan. Cuma itu doaku.

Ya, aku tak tahu lagi. Aku merasa ini saat-saat terlabil dalam hidupku. Aku ingin segera bekerja. Ingin hidup dengan tenang. Ingin berguna untuk semua orang. Hanya itu.

Hehe, coklat panasku harus sabar mendampingi hari-hariku. Aku tumpahi ia dengan keluhan dan curahan hati. Mungkin hanya dia yang bisa mengerti. Walau tak hidup, tapi aku ingin berterima kasih karena telah mendampingi perjalananku. Bagaimanapun, pada akhirnya ini adalah pelajaran,,dan aku akan bersyukur ketika hatiku bisa ikhlas menjalani ini semua.

Bersabarlah...

Friday, September 3, 2010

suatu siang

Hampir siang di hari minggu ketika aku dengan tergesa-gesa memasukkan baju-bajuku ke dalam tas, memakai jaket ternyamanku, dan membuang sampah yang segudang. Haha aku sudah mirip orang kesurupan karena harus berkejaran dengan waktu, ketakutan kalau-kalau kesorean sampai rumah di tuban.

Sip! Semua beres. Aku pun segera mengayuh sepeda hijau yang aku pinjam sore kemarin. Tujuan utamaku adalah menuju karangwuni. Hoahaha walaupun boulevard depan grahasaba ugm terlihat datar tanpa gelombang, tapi pada kenyataannya jalan ini menanjak. Kau perlu mencoba mengayuh sepeda sepanjang jalan ini sekitar jam 10, maka aku berani bertaruh, harapan berbuka puasa di sore hari akan menguap, terganti oleh nikmatnya membatalkan puasa karena saking capeknya. Paling tidak, aku telah mempraktekkannya, hahaha (tertawa puas). Ehem, aku akan cerita nanti.

Siang itu, pundakku serasa membawa beban seribu ton remote control. Hadeeh, beratnya...ditambah satu tas penuh oleh2 di keranjang sepeda. Aku mengayuh, lagi dan lagi. Tentu saja aku mewarnainya dengan menuntun sepeda menggemaskan itu. Boulevard memang bagaikan jembatan sirathal mustaqim, namun karena aku cukup tegar, maka jalan itu tertaklukkan pula. Sekarang menuju fisipol.

Sampai fisip, terlihat portal sana-sini. Walah, aku sempat kebingungan mau lewat mana. Tapi ada anak2 kecil sedang bermain sepeda di sekitar sana. 'lewat sini mbak!' kata mereka. Aku pun mengikuti saran mereka. Aku telusuri jalan yg sama dg mereka namun ternyata terhalang oleh gundukan semen yang cukup tinggi. Tahu aku bakal kesulitan, merekapun langsung berkata 'kita bantuin mbak'. Iyap! Atas bantuan mereka, Sepedakupun terbebas dari hambatan. Aku melanjutkan perjalanan dengan hati ringan seperti dikawal oleh teman2ku yang selalu siap menolong. Hmm kadang aku merasa, chemistry itu mungkin saja sudah tertanam di hatiku dan semua anak. Sehingga rasa sungkan dan ketidaktahuan, menjadi rasa saling memahami.

Namun seringan apapun hatiku, nyatanya panasnya jogja dan jauhnya jarak membuatku ngos2an tiada tara. Sampai warnet, kakiku sudah gemetaran tak karuan. Duduk sebentar, aku memikirkan sesuatu tentang masa depanku. Ting! Sudah aku putuskan, maka sebelum masuk ke dalam bilik warnet, aku membuka kulkas kecil, mengamati apa yg ada di dalamnya, dan menyambar segelas aqua. Sebelum benar2 masuk, aku mengacungkan aqua itu pada si penjaga warnet sambil bilang 'aqua ya mas', kataku santai. Dia terbengong-bengong. Aku cuek saja. Ah sudah aku duga, dia pasti heran aku gak puasa, mana pake jilbab lagi, hahaha.

Tak berapa lama, aku selesai ngenet. 'mas, semua berapa? Sama aqua satu ya..' kataku tanpa dosa. Dia senyum2. Ah sudah aku tebak, sebentar lagi pasti tanya 'gak puasa mbak?', atau 'seger mbak?'. Tapi bukan, dia melanjutkan senyumnya dengan pukulan telak:'aquanya gak dijual mbak'. Kali ini aku yang bengong. 'yang dijual cuma yg dibotol2, kalo aquanya gak tahu punya siapa'

ngek ngok.. Selamat mas, anda membuat saya terbengong2 selama beberapa detik. Sumpah! Dia seperti baru menang tinju dg pukulan KO tanpa perlawanan dariku. Aku pikir, ini situasi yg sangat aneh, haha. Aku tak bisa menyimpulkannya, campur aduk rasanya. Hah dodol sekali aku ini..

Monday, August 23, 2010

Rencana besar

Yeah, kamar mandi memang selalu menyumbang inspirasi, terutama ketika nongkrong di atas kloset. Ehm, agaknya bahasaku terlalu jorok.

Anyway, intinya aku baru saja berpikir tentang sesuatu. Sesuatu itu menggugah, agaknya akan menjadi tantangan baru bagiku. Tadi pagi ketika mengurus ijazah, aku bertemu dengan seorang teman yang kemarin juga ikut seleksi indonesia mengajar untuk daerah yogya dan sekitarnya. Sebenarnya bukan teman juga sih, tapi dia adalah temannya temanku, namanya wildan. Waktu ketemu, kami sama-sama terkejut lalu dia bertanya 'eh, gimana kamu?'. Kalau lebih lengkap, pertanyaannya akan berbunyi begini 'gimana kamu keterima indonesia mengajar gak?'

Aku menjawab dengan muka manyun dibuat-buat 'nggak keterima, nggak dihubungin kan berarti gak keterima. Lah kamu?'

Hah, tak aku pungkiri kalau sebenarnya aku mengharapkan jawaban yang sama, hehe jahat sekali aku. Ragu-ragu dijawabnya 'Alhamdulillah aku dihubungi, nunggu med ceck' katanya agak sungkan.

'SELAMAT!' suaraku yang menggelegar agaknya mengagetkan semua orang di dekanat. Tapi jujur, di satu sisi aku ikut senang temanku lolos, tapi di sisi lain aku merasa kecewa. Aku masih merasa pantas untuk mendapat kesempatan itu. Andai ada alat pengukur niat, maka nilaiku mungkin saja akan tinggi. Jauh lebih tinggi dari sederet tes yang IM lakukan terhadap kami (self presentation, problem solving test, focus group discussion, psyco test, simulasi mengajar, dan deep interview).

Karena mulai merasa malu-maluin, maka aku pun segera kabur. Tak lama, aku bertemu temanku yang juga teman wildan. Aku menggugat 'wildan lolos IM het, sedangkan aku tidak..'. Dia menimpali 'aku lihat-lihat ya, Yang sangat ditekankan oleh IM itu kemanpuan adaptasi calon yang dipilihnya. Wildan itu dulu KKN-nya di Sorong, Papua. Jadi udah terbukti kemampuan adaptasinya. Plus, dia itu aktif banget anaknya, banyak bergaul. Jadi kemampuan bersosialnya juga oke. Jadi mungkin itu yang jadi nilai plus-nya'.

Oh ya? Setelah aku pikir, benar juga. Aku belum punya pengalaman ekstrem tinggal di wilayah yang ekstrem pula. Terbersitlah ide gila barusan. KALAU BEGITU, AKU INGIN TINGGAL BEBERAPA BULAN DI DAERAH YANG MENEMPAKU, AKU AKAN MENGAJAR DI SANA, MENULIS DAN MERESAPI ALAM DAN MANUSIA. AKU AKAN MEMBUKTIKAN BAHWA AKU BISA. Tanpa embel-embel IM, aku akan maju sendiri, karena ini bukan apa yang akan aku dapatkan setelah setahun dg IM, tetapi ini tentang passion-ku. Ini tentang pengabdian dan tantangan. Tapi satu pertanyaan, bisakah aku tanpa uang? Hahaha

Sunday, August 22, 2010

Aku baik-baik saja

Hari-hari ini tidak mudah terlewati olehku. Hah kadang aku merasa, aku tak begitu beruntung dalam memperoleh pekerjaan. Kemarin dulu aku gagal dengan nestle, lalu IOM, dan yang terakhir adalah Indonesia Mengajar. Aku berpikir, apa yang salah denganku? Apakah aku memang bodoh? Atau cuma tidak beruntung? Baru aku temukan, ternyata aku tak hanya tidak begitu beruntung dengan soal-soal asmara, tetapi juga kerja. Ups harusnya aku tak berprasangka begitu.

Yah, hal yang paling pedih bagiku adalah tidak lolos Indonesia Mengajar. Ini adalah pekerjaan yang aku banget. Betapa besar keinginanku untuk dapat bergabung di dalamnya. Malam ketika aku mendengar ketidaklolosanku, aku sedang menonton 'he's just not into you' yang telah aku putar berulang kali dan selalu sukses membuatku menangis (sumpah lebay). Ditambah ada kabar itu, maka seperti disembur air perasan bawang merah, mataku tak bisa menahan kucuran air mata (lebay meneh). Tapi herannya, aku cuma menghabiskan 3 potongan tisu, jauh lebih sedikit dibanding ketika aku patah hati dulu. oh wow, that's great hah! Dan entah mengapa, malam itu aku memutuskan untuk mengikhlaskannya dan tidur dengan nyenyak. Jauh berbeda ketika patah hati, butuh waktu lama untuk menerima kenyataan. Kenapa aku begitu cepat ikhlas?

Satu, aku yakin semangatku adalah mengabdi, berinteraksi, dan menemukan inspirasi. Dan sebenarnya itu bisa aku lakukan di manapun. Aku dapat mencari pekerjaan yang punya jiwa sama. Toh aku masih punya cemara, masih bisa memainkan angklung, dan orang tuaku tak keberatan aku tetap tinggal di jogja sembari mencari kerja.

Dua, aku sudah terbiasa tertolak. Apalagi pengalaman yang terakhir kemarin. Ada yang jauh lebih sakit dan tanpa harapan. Jadi kehilangan IM membuatku lebih realistis. Bahwa apa yang tidak dapat kau raih, memang harus kau ikhlaskan, karena begitulah kenyataannya! Alhamdulillah, terkadang aku bangga pada diriku sendiri atas kuatnya hatiku saat ini.

Tak ada alasan ketiga kawan. I just wanna say, kadang yang paling kita inginkan, terlepas dari tangan kita, dan kecewa pasti akan datang. Yang terpenting bukanlah apa yang kau rasakan karenanya, tapi bagaimana mempersiapkan hari-hari selanjutnya.

Aku tak tahu langkah kakiku membawa, pengangguran membuatku merasa jadi orang tak berguna,
semoga aku akan cepat memperoleh pekerjaan yang aku inginkan ya,,,amin

Thursday, August 19, 2010

My graduation (part 2)

Lanjut ngomongin wisudaan yang, alamak, ribet tapi dapat tertangani dengan rebes. Kembali lagi pada pertanyaan kenada aku senang lulus. Ketiga, aku menemukan jawabannya tadi malam ketika keluar dengan teman. Biasalah cewek. Lihat-lihat sepatu (kerja), pakaian kerja dll. Semua mahal-mahal bo' (ya iya lah). Lalu aku pun bergumam, 'ini semakin membulatkan tekadku untuk bekerja, biar bisa beli-beli yang aku suka dan memberi tanpa banyak berhitung', kataku mantap. Dia pun menyahut, 'ya kamu pasti bisa nung mencapai yang kamu inginkan.' hohoho memang simple alasan ini, tapi bermakna dalam bagiku. Aku ingin hidup untuk memberi dan menerima yang memang pantas untuk aku terima. Aku ingin hidup dengan kerja kerasku sendiri. Dan menerima buahnya setelah melakukan kewajibanku. Pun ketika memberi, aku ingin melakukannya karena aku suka dan itu adalah hasil jerih payahku sendiri. Sungguh, rasanya berbeda.

Keempat, aku ingin menggapai passionku. Aku ingin pekerjaanku adalah passionku. Rasanya akan sulit bagiku bekerja pada suatu bidang yang tidak cocok denganku dan mengorbankan diriku di dalamnya. Ya meskipun aku suka tantangan, tapi aku juga akan tetap selektif memilih tantangan itu. Satu yang aku inginkan adalah bekerja dengan orang banyak -terutama bidang sosial, dan pekerjaan itu terus mendukungku untuk menulis. Itu yang paling aku inginkan. Masalah uang, aku yakin, rizki itu akan mengiringi kalau aku dapat benar2 nyemplung di duniaku. Yaa sebut saja konsisten dan profesional dalam bidang yang aku geluti. Oleh karenanya, aku selalu berangan-angan untuk menjadi pekerja yang mobile, aktif menulis, bertemu banyak orang, dan selalu eksplor kemampuanku dimanapun berada.

Mmm apalagi ya..dari semua itu, pada intinya aku ingin membahagiakan dan membuat bangga orangtuaku, saudara-saudaraku, sahabat2 dan teman, dan semua orang. Karena hidup ini gak ada apa-apanya tanpa berbuat sesuatu untuk orang lain.

Wednesday, August 18, 2010

Graduation day




Hore! Hari ini aku wisuda. Tak ada kata yang layak untuk mendeskripsikan rasaku selain syukur. Ya, ketika telah tiba saat ini, aku hanya merasa bahwa diriku sangat beruntung. Aku hanya bisa berucap syukur dan terimakasih kepada Allah dan orangtuaku.

Kata bapakku, ini adalah step kedua yang berhasil aku lewati, akupun tak begitu jelas apa step pertamanya. Aku yakin, step selanjutnya yang lebih rumit, aku harus dapat kerja.

Aku senang lulus karena beberapa alasan. Pertama, dg lulus, aku akan cepat cari kerja, hidup mandiri dan tidak lagi minta pada orang tua. Syukur-syukur aku bisa membalas budi kepada mereka. Hidupku akan aku jalani dengan polaku sendiri. Dan aku akan punya porsi yang lebih besar untuk bertanggungjawab terhadap diriku sendiri. Bukankah itu hidup yang sungguh exited ketika aku adalah milikku sendiri. Aku dapat berperan banyak untuk pekerjaanku dan lingkunganku. Hidup dimulah ketika kau diwisuda nak..

Kedua, dengan lulus, aku akan menyandang predikat baru. Apakah itu mahasiswi s2,karyawan di sebuah perusahaan, pengangguran, atau nikah,hahaha. Akan ada hidup baru, pelajaran baru, teman baru, dan tantangan-tantangan baru yang menunggu untuk ditaklukkan. It will be wild journey ketika idealisme bertarung dengan kerasnya zaman. Bagaimanapun, aku tak sabar menanti tantangan yang akan muncul setelah wisuda. Prinsipku, aku muda, ketika aku masih bisa bertahan dg idealismeku, maka aku akan mencoba memperjuangkannya atau paling tidak, berkompromi dg nya.

Mungkin bersambung..

Tuesday, August 17, 2010

mengaku untuk lega

Horey! inilah enaknya nulis di blog, bisa ramai sendiri, hahaha

Tapi sayangnya suasana hatiku lagi gak begitu ramai. Kalau seperti ini, biasanya aku mendendangkan ini: 'ilahilastu lil firdausi ahla,,wa la aqwa 'alannaril jakhimi..fahablitaubatan waghfir dzunubi,fainnakagho firudzambil 'adzimi..', yang kira-kira artinya: Ya Allah,sesungguhnya aku tidak pantas masuk surgaMu, namun aku juga tidak sanggup ada di nerakaMu,maka terimalah taubatku dan ampunilah dosa-dosaku,sesungguhnya Engkau pengampun dosa-dosa besar'..

Ya,aku sering sekali melagukannya. Ketika habis sholat, sedang berjalan sendirian, dan ketika hatiku tak tenang. Hah serasa angin segar, doa itu mengisi paru-paru yang sempit. Seakan pahlawan bertopeng, doa itu membuatku ikut tertawa layaknya sinchan. Aku tak tahu, tapi aku seperti ada di titik dimana aku harus menyerah, mengakui sebenar-benarnya bahwa aku tak pantas sombong. Bahwa Allah yang Maha Kuasa atas diriku. Lalu dengan apa adanya aku mengaku bahwa aku tak ada apa-apanya. Bahwa tak ada yang dapat menguatkanku selain Dia. Itulah esensi iman terdalamku saat ini.

Kadang aku mengeluh padaNya,ya tentu saja. Aku banyak mengeluh tentang: kenapa susah sekali untuk menjadi orang baik. Mengapa sulit sekali memiliki hati yang jernih. Oh aku cuma ingin bahagia, apa salahku.

Kadang aku merasa kalau banyak yang aku raih. Prestasi, kecukupan materi, teman-teman yang baik, kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, kesehatan, dan banyak hal lain yg tak terhitung. Tapi tahukah bahwa akhir-akhir ini aku selalu merasa gagal dalam hal asmara.hahaha.tertawalah karena ini memang lucu. Sebenarnya aku juga ingin tertawa.

Ternyata sulit sekali menemukan orang yang tepat. Wahahaha, aku sudah kayak sayembara cari pasangan aja ini. Tapi benar! Ketika kau sudah merasa tercukupi dalam berbagai hal dan gagal dalam satu hal saja, maka rasanya begitu penasaran. Kenapa aku tidak begitu beruntung dalam hal itu? Hahaha maka itu ada yang bilang kalau gak ada hidup yang sempurna. Aku percaya itu. Gak sempurna agar seseorang gak sombong. Agar ia sekali-kali mengaku kalau ia memang butuh Yang Maha Pemberi, Allah SWT.

Monday, August 16, 2010

bernyawa kembali

Horeee!aku akan suka melakukan ini.apa lagi,selain nulis di blog.memang tak penting,tapi paling tidak,aku punya media untuk bercerita,mencela,meraba salah,berbangga,dan bersikap.bukankah hidup adalah siklus dari kata-kata itu?

Pun suatu hari aku memutuskan untuk bersikap dalam suatu masalah.masalah itu membuatku bertanya tentang banyak hal.tentang harga diri,kesombongan,kekakuan,kepolosan,kekanak-kanakan,kejujuran,dan banyak hal lain.aku yakin ketika kau ada dalam suatu masalah,dan kau belum juga bersikap untuk mengakhirinya atau tidak,maka kau tak akan dapat mengartikan setiap kata yang aku sebutkan di atas.kalau memang kata itu cukup merepresentasikan masalahmu.proses mengartikan tiap kata itulah yang aku sebut proses pendewasaan diri.

Kalau aku tak tertimpa masalah itu,mungkin aku tak akan bertemu dg CEMARA dan bergabung di dalamnya
Mungkin kalau aku tak tertimpa masalah itu,aku tak akan banyak bergelut dg dunia anak dan mendapat banyak inspirasi dari setiap yang aku lakukan
Kalau aku tak tertimpa masalah itu,mungkin aku tak akan pernah tahu bagaimana rasanya tertolak,dan aku akan tetap sombong,mempermainkan lawan jenisku
Dan seandainya aku tak tertimpa musibah itu,maka aku hanya nanung yang dulu,datar saja

Ya,aku percaya cobaan itu punya sisi lain.dia tak pernah permisi menimpamu,tapi dia cukup sopan untuk mau pergi ketika kau ingin mengakhirinya.ketika kau tak lagi sanggup mengembannya,maka akhirilah,itu yang selalu aku katakan pada temanku.dan disinilah kau mengambil sikap.


Gitar aku petik
Angklung aku goyang
Rindu dendam mendayu seperti nada-nada mereka

Hatiku ragu atas sebuah sikap
Ingin mundur dan menyerah
Aku yakin,pada saat itu iblis menguasai

Ah tapi aku sudah lelah
Aku ingin sebuah hati yang baik
Aku ingin dawai-dawai yang damai
Aku ingin hatiku ini datar saja
Karena aku ingin hidupku bahagia..

(jogja,17 agustus 2010)

tentang gembel

Sebentar sebentar sebentar, ini sebenarnya adalah tulisan pesanan dari seorang teman. Dulu katanya mau dibikin e-book, tapi agaknya tak ada kabar sampai sekarang. Nah daripada mubazir ngendon di dalam folder, mending aku posting aja. Teruuuuus kemarin pas seleksi Indonesia Mengajar, ada seorang kenalan "menarik" yang lagi nyari hal-hal tentang anak berambut gimbal di Dieng, jadi, tarararara!? mari kita mulai saja membaca

Bohong ngaku sudah ke Dieng tanpa bertemu dengan anak berambut gimbal. Hehe untunglah pagi itu kami dapat bersua dengan mereka. Sebut saja Srintil. Dia seorang anak berumur 2-3 tahunan dengan muka lugu yang berlebihan. Sesekali dia tampak ingin menangis karena menjadi objek jepretan Ayos dan Werdha. Hmm meskipun rambutnya gembel seperti tak pernah disisir, tapi itu membuatnya terlihat manis. Seperti dia telah mendapat petuah dari Rudi Hadisuarno tentang gaya rambut yang pas dengan mukanya. Sedangkan anak gimbal kedua juga seumuran dengan Srintil. Mmmm panggil saja Mariatun. Aku sempat menggendongnya dan dengan berani mencium rambutnya. Walaupun gimbal, ternyata bau rambutnya wangi, lebih wangi dari rambutku hehe. Berbeda dengan rambut gimbal Srintil yang hitam kecoklatan seperti bunga jagung, rambut Mariatun hitam diselingi kekuningan seperti terbakar matahari pada ujung rambut gimbalnya sehingga seperti padi-padian. In sum, ada beberapa jenis rambut gembel disana yaitu: Gembel Pari (seperti padi-padian), Gembel Jagung (seperti bunga jagung), Gembel Jata (seperti blok tebal dan panjang), Gembel Wedus atau Debleng (seperti bulu domba). Kami pun sempat berbincang dengan beberapa orang dewasa tentang fenomena tersebut. Aku akan menceritakannya untukmu. Ups, pesanku jangan mengantuk, coz It’s all about “squaliders”!

Mitos dibalik Gembel
Fenomena anak berambut gimbal di Dieng telah ada sejak dulu, tak dikatahui kapan persisnya. Gimbal adalah bahasa jawa yang berarti bergumpal. Menurut Drs. Widi Purwanto, seorang peneliti, dalam bukunya yang berjudul ”Dieng Plateau” mengatakan bahwa rambut gimbal adalah rambut yang saling melekat, sehingga menjadi gumpalan rambut menyerupai seutas tali atau bulu domba yang berwarna hitam kecoklat-coklatan dan kadang cenderung berwarna kemerah-merahan. Rambut gimbal mulai terjadi pada anak-anak laki-laki/perempuan yang berumur 40 hari-6 tahun di wilayah dieng. Uniknya hal ini hanya terjadi di kawasan dataran tinggi itu saja dan tidak ada sebab pasti yang dapat menjelaskannya, semisal faktor genetik dari orang tuanya. Bisa saja apa yang dialami Srintil, tak dialami oleh anak-anak lain seusianya, atau saudaranya. Jadi memang tak semua anak di dieng berambut gimbal. Menurut cerita masyarakat sekitar, sebelum gembel, Si anak mengalami pusing, diare, gatal-gatal dan demam tinggi. Gejala ini dapat berlangsung antara 1 hari – 2 bulan, lalu diikuti rambut yang mulai kusut dan menyatu satu dengan yang lain menjadi lintingan-lintingan yang terpisah-pisah.


Foto:mbah google

Hmm bukan orang Indonesia kalau segala sesuatunya tak dihubungkan dengan mitos tertentu. Paling tidak ada tiga versi tentang anak berambut gimbal di Dieng. Mitos pertama dan yang paling populer adalah kepercayaan masyarakat sekitar, terutama masyarakat Wonosobo, bahwa bocah gembel adalah anak keturunan dan kesayangan dari Kiai Kolodete. Konon sang kiai yang diyakini sebagai leluhur masyarakat Dieng itu juga berambut gembel dan sangat terganggu dengan rambutnya. Karena itu Kiai Kolodete berpesan kepada keturunannya bahwa ia akan selalu menitipkan rambut gembelnya agar dia tenang di akhirat. Masih menurut cerita, Kiai Kolodete sendiri tidak mencukur rambutnya karena sumpahnya “hanya akan mencukur rambutnya sampai daerah yang ia bangun maju”.

Versi lain tentang Rambut Gembel adalah tentang Nyai Roro Kidul yang sangat terganggu oleh rambut manusia yang rontok yang kemudian dihanyutkan di laut selatan tempat Nyai Roro Kidul tinggal. Karena semakin lama semakin bertambah banyak, akhirnya Nyai Roro Kidul gerah dan memerintahkan kepada para abdinya untuk membersihkan rambut-rambut tersebut dengan cara memungutinya dari laut yang kemudian dikumpulkan dan dititipkan kepada anak-anak di daerah Dieng. Rambut-rambut yang telah dititipkan ini akan diambil jika orang tua si anak memenuhi permintaan Nyai Roro Kidul yang akan disampaikan melalui perantara anak itu ketika akan diruwat. Komen lagi: satu kesamaan antara Kiai Kolodete dan Nyai Roro Kidul adalah mereka sama-sama terganggu dengan rambut.

Dan cerita ketiga berhubungan dengan Kawah Sikidang. Dahulu kala ada ratu cantik bernama Shinta Dewi yang akan dilamar pangeran tampan dan kaya raya, bernama Kidang Garungan. Ratu Shinta pun mengajukan syarat untuk dibuatkan sumur. Saat sumur digali oleh pangeran Kidang Garungan, Shinta dan pengawalnya berusaha menimbun Sang Pangeran. Namun sebelum Sang Pangeran tertimbun, ia sempat mengeluarkan kesaktiannya hingga sumur itu panas dan meledak lalu mengutuk Ratu Shinta bahwa keturunannya kelak akan berambut gimbal. Satu pertanyaan yang paling masuk akal diajukan: apakah pangeran ini punya bau badan sehingga ratu shinta tak mau dengannya?

Prosesi Ruwatan
Anak berambut gimbal di Dieng dianggap dapat menimbulkan masalah atau musibah di kemudian hari. Musibah itu dapat terjadi pada anak itu sendiri seperti sakit-sakitan atau bahkan kematian dan/atau terjadi pada orang di sekitarnya. Dan untuk menghilangkan musibah, maka rambut gimbal tersebut harus dicukur. Namun tak asal mencukur, mereka harus melewati prosesi yang dinamakan ruwatan dimana rambut gimbal dipotong dengan menggunakan ritual tertentu pada waktu tertentu pula, biasanya dilaksanakan pada puncak musim kemarau. Ruwatan berasal dari kata “RUWAT” yang berarti Terlepas atau Bebas dari “SUKRETA” atau marabahaya yang akan timbul karena adanya ciri khas yang melekat pada anak atau orang tertentu.

Jika sebelum diruwat menandakan musibah, maka setelahnya, si anak diharapkan akan mendatangkan rejeki. Selain itu, diharapkan si anak akan memperoleh rambut yang normal pasca ruwatan. Namun apabila rambut gimbal dicukur tanpa melakukan ruwatan dan tanpa permintaan si anak, bisa jadi rambut gimbal tersebut akan tumbuh kembali dan dia akan sakit-sakitan. Meskipun dianggap sebagai musibah, namun orang tua harus tetap memperlakukan anaknya dengan baik sebagaimana mereka harus berbakti kepada leluhur yang telah berjasa kepada mereka. Salah satu kebaikan yang harus dilakukan orangtua terhadap anak gimbalnya adalah menuruti apapun yang diminta oleh si anak sebagai syarat sah-nya ruwatan.

Sekarang prosesi ruwatan dijadikan ajang tahunan dan dikoordinir oleh Pemerintah Daerah Wonosobo dan Banjarnegara. Ruwatan rambut gembel biasanya dilaksanakan sebelum si anak masuk sekolah (TK) atas 2 pertimbangan yaitu berdasarkan permintaan si anak dan kemampuan orang tua. Jika salah satu dari 2 syarat tersebut tidak terpenuhi maka upacara pencukuran rambut gembel tidak bisa dilaksanakan. Waktu upacara ruwatan ditentukan berdasarkan weton (hari kelahiran sang anak) sedangkan pelaksanaan upacara dihitung berasarkan neptu (nilai kelahiran anak yang akan diruwat). Sedangkan yang terlibat dalam upacara ini ada empat komponen, di antaranya anak yang akan diruwat, orang tua, pemimpin upacara (pak kaum) dan dukun ruwat. Diperlukan persiapan khusus untuk mengadakan upacara ruwatan seperti tempat upacara dan benda-benda sesaji. Tempat upacara biasanya dilakukan di Goa Semar. Sedangkan sesaji yang disiapkan meliputi tumpeng, ingkung ayam (ayam besar utuh), gunting, mangkuk yang berisi air dan bunga setaman, beras, 2 buah uang, payung dan permintaan anak yang diruwat.

Upacara ruwatan rambut gimbal telah menggabungkan unsur ajaran islam meskipun masih sarat dengan unsur kejawen. setelah diawali dengan kata sambutan, tahlil, dan pembacaan ayat-ayat Alquran, kemudian pada saat pak kaum membacakan shalawat dan dukun ruwat selesai membaca doa, dalam iringan sholawat dimulailah acara pencukuran. Dalam meruwat, dukun harus memandikan anak gimbal terlebih dahulu. Setelah itu kepala anak diasapi dengan kemenyan, selanjutnya sang dukun memasukkan cincin yang dianggap magis ke tiap helai rambut gimbal lalu mencukurnya satu-satu. Rambut yang telah dicukur lalu dibungkus dengan kain putih lalu dilarung di Telaga Warna Dieng atau ke sungai Serayu. Biasanya, air suci diperoleh dari tempat-tempat keramat di kawasan Dataran Tinggi Dieng seperti di Goa Sumur.

Jangan kuwatir, akan banyak hiburan di hari ruwatan itu seperti kuda lumping, tayub, tarian thek-thek, dan kalau mau yang modern sedikit, ada musik dangdut dan keroncong. Tariiiiik Mang!?

Sunday, August 15, 2010

Karyanya Sesederhana Namanya

Dia membentuk kadal dan kura-kura dengan ahlinya, seperti telah ditakdirkan sebelum dia terlahir. Dia mengajari teman saya dengan sangat sabar dan teliti. Seakan teman saya adalah anak-anak yang belum mengerti bentuk kadal dan kura-kura.


Kira-kira itulah kalimat yang ada di pikiran saya ketika melihat Ibu Sena membuat gerabah dengan berbagai bentuk. Saya bertemu dengannya ketika melakukan study excursion ke Lombok pada Desember 2009 silam. Tulisan ini pun saya buat tidak lama setelahnya, namun teronggok begitu saja di salah satu folder yang tiba-tiba ingin saya buka kembali.



Kembali lagi pada Bu Sena. Ibu Sena merupakan salah satu potret pengrajin gerabah yang ada di desa Banyumulek, Lombok, yang menjadi buruh sewa di Berkah Sabar, sebuah pusat kerajinan gerabah. Beliau bercerita tentang keahliannya membuat gerabah yang merupakan bakat turun-temurun dari nenek moyangnya yang juga berprofesi sabagai pengrajin. Tidak ada yang istimewa dengan bentuk kadal dan kura-kura yang Bu Sena buat. Cukup lima menit kadal telah jadi tanpa ada modifikasi. Kadal-kadal itu hanya berbentuk sedikit cekung dengan wajah yang sama, dan ukuran yang sama pula, seakan semua kadal kembar. Tidak ada kadal yang melingkar, mendongak, atau gendut.

Itulah sedikit gambaran tentang bagaimana gerabah yang diproduksi begitu homogen dan monoton, artinya tidak ada upaya inovasi yang dilakukan agar bentuk gerabah, seperti kadal tadi, menjadi lebih menarik karena ada nilai tambah (upgrading) berupa inovasi yang dilakukan pengrajin dalam tahap produksi. Ketika seorang pengrajin hanya mempertahankan suatu bentuk dan tidak ada upaya diversifikasi, maka produk tersebut dapat dipastikan berkurang peminatnya. Misalkan saja, seorang pembeli akan lebih berminat membeli satu jenis barang dengan berbagai macam varian daripada satu jenis barang dengan satu varian. Seseorang akan silau melihat kadal dengan berbagai bentuk dan membeli beberapa darinya daripada banyak kadal dengan bentuk yang sama, mungkin mereka akan cukup membeli satu.

Tidak salah jika ibu sena hanya dapat berpikir tentang bentuk kadal yang itu-itu saja. Pasalnya pengalaman atau proses sosialisasi yang beliau dapatkan dari lingkungannya, dalam hal ini pengrajin lain, juga demikian. Semua pengrajin memiliki bentuk produk yang sama. Dan menurut pengakuan Ibu Sena, beliau hanya mengikuti bentuk umum yang telah menjadi standar para pengrajin di desanya. Jikalau membuat berbeda dari style pada umumnya, itu pun karena adanya pesanan dari pembeli yang menginginkan bentuk yang berbeda. Bu Sena pun akan menuruti pesanan tersebut. Tidak ada upaya untuk membongkar kontinuitas yang telah berlaku umum. Beliau hanya mengikuti arus sehingga pemikiran untuk membuat hal berbeda dan inovatif yang sekiranya dapat meningkatkan nilai tambah produknya tidak terjadi.



Dalam kasus Bu Sena, upgrading tidak terjadi terutama dalam konteks teknis dan packaging produk itu sendiri. Dalam konteks teknis, proses produksi hanya menggunakan alat yang masih tradisional dan seadanya sehingga barang yang seharusnya dapat diproduksi dengan lebih cepat dan halus (artinya tanpa cacat), perlu waktu yang lebih lama dan membuat kwalitas barang tidak sesuai standar. Hal ini membuat produksi menjadi tidak efisien sehingga dapat mengurangi laba. Misalkan saja, produk yang cacat dan tidak sesuai standar akan segera dibuang tanpa ada pengolahan kembali. Ketidakefisienan waktu, tenaga, dan sumber daya terbuang percuma tanpa ada hasil.

Selain dalam teknis produksi, upgrading juga tidak terjadi, sebagaimana saya jelaskan sebelumnya, yaitu pada barang produksi itu sendiri. Padahal dengan adanya upaya inovasi, keterampilan pengrajin akan semakin terasah dan pada gilirannya menghasilkan barang produksi berstandar tinggi dengan alternatif pilihan yang beraneka ragam. Jika ditelusuri lebih lanjut, ternyata kendala yang umum ditemui pada pengrajin dalam pembuatan gerabah adalah minimnya keterampilan mendesain produk. Minimnya daya imaginasi, pelatihan, dan pengetahuan mengenai desain yang sesuai dengan permintaan pasar, misal desain modern, sangat minim sehingga kurang menarik minat pasar.

Monday, April 26, 2010

Tentang Pernikahan

Apa yang kau rasakan ketika hari pernikahan sudah terlampau dekat denganmu? Deg-degan? Atau mungkin merasa ragu? Suatu hari aku bertanya pada seorang calon pengantin tentang bagaimana perasaannya menjelang hari H pernikahan. Lalu dia menjawab “biasa saja”. Tapi aku tak pernah percaya. Mungkin hari pernikahan itu tak begitu patut dicemaskan, tapi hari-hari setelahnya mungkin akan lebih “menantang” untuk dilewati. Rupanya dia sadar akan hal itu dan muncullah isu yang selama ini tak terlalu disadarinya. Ehm isu sensitive itu adalah: hubungan yang (sering) tidak harmonis antara menantu dengan ibu/ayah mertua. Tak hanya itu, yang lebih umum lagi adalah ketidakcocokan antara wanita/laki-laki yang berumah tangga dengan saudara kandung atau saudara ipar si pasangan.

Hahahaha aku sudah macam konsultan rumah tangga saja ya…

Sebab konflik atau ketidakcocokan pun macam-macam. Bisa karena hal yang “lebih” atau “kurang”. Maksudnya begini. Sebut saja minah, dia adalah seorang ibu rumah tangga dengan suami bernama Supri. Supri memiliki saudara bernama Paimin. Sedangkan Paimin memiliki istri bernama Tini. Hahahaha aku tak bisa menyebut status mereka satu sama lain. Nah pengalaman yang sering terjadi adalah secara alamiah Minah (pasti) akan bermusuhan/tidak cocok dengan Tini. Ini teori-ku yang paling mutakhir, boleh kau buktikan, hahaha. Ketidakcocokan itu dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain; Minah yang lebih kaya dibanding Tini, atau Minah yang kurang memberi pada keluarga Tini dll. Perasaan iri adalah hal yang paling sering terjadi.

Aku tak bermaksud menghalalkan ini lo, tapi aku berusaha untuk memberitahu pola yang selama ini aku amati. Kalaupun ada studi kasus (halah bahasanya) yang tidak sesuai teori, maka telah terjadi anomali atau perkecualian yang patut dicari tahu.
Aku tak akan sok menjadi bijaksana, tapi seperti biasa, aku akan menentukan sikap agar semua menjadi lebih tertebak. Maksudnya begini, ketika nanti aku telah berumah tangga dan (amit2 jabang bayi) misal mengalami pola seperti tadi, aku akan berusaha agar nasibku tak berakhir seperti tokoh protaginis maupun antagonis di sinetron-sinetron Indonesia, yaitu Sang protagonist yang selalu mengalah dan menangisi nasibnya. Dan antagonis yang selalu melebarkan matanya dan menghabiskan harinya untuk menyusun rencana jahat. Hidup ini bukanlah macam itu kawan, aku tak mau jadi keduanya…

Aku ingin membuat itu lebih simple, bahwa ketika aku telah tahu pola umumnya, yaitu yang satu sering menggosipkan yang lain, maka aku tidak akan menyerah dalam keadaan seperti itu. Aku akan berhati-hati agar tak tersulut emosi dan perasaan benci. Aku tak tahu apakah aku akan bisa sekuat itu, tapi aku yakin, keadaan sesungguhnya tak akan sesulit yang dibayangkan, karena sebenarnya pola dapat mengendalikan keadaan menjadi lebih tertebak. Sehingga ketika aku telah dapat meraba-raba apa yang mungkin terjadi, maka aku akan bersiap diri agar hidupku tak selalu diliputi rasa benci.
Hal natural/alami yang biasa terjadi yang membuat sakit, tak akan semudah itu membuat sakit kalau kita belajar dari pola dan berusaha beradaptasi dengannya…aku percaya itu!

Sunday, April 11, 2010

Mencicipi Museum Kolong Tangga

Kebetulan, hari itu ada seorang teman yang sedang berkunjung dan bersedia meminjamkan sepeda motornya untuk saya pakai muter-muter. Hahaha saya bayangkan, hatinya was-was tak karuan karena khawatir motornya kenapa-napa, pantaslah, karena saya ini tidak mahir naik motor. Mahirnya naik cikar hahaha. Muter-muter saya kali ini adalah mengunjungi museum kolong tangga yang memang telah lama ingin saya kunjungi. Letak museumnya sendiri saya tak tahu, tahunya hanya berada di Gedung Taman Budaya. Untungnya otak saya ini cukup cerdas untuk mengira-ngira dimana tempatnya karena melihat petunjuk arah menuju museum tersebut. Ehem, kalau anda orang jogja yang tak tahu letaknya, atau bukan orang jogja yang belum pernah berkunjung, saya akan menunjukkan tempatnya. Meseum ini terletak di sebelah selatan pasar beringharjo, di sebelah utara pertokoan buku “shoping” dan Taman Pintar. Kalau anda naik bus, naiklah dengan menggunakan bus jalur 4, 9, atau 16 dan turunlah di Jalan senopati, bisa di Taman Pintar atau Shoping. Lalu berjalanlah ke Utara (dari shoping), maka anda akan menemukan bangunan berwarna putih yang bernama Taman Budaya Yogyakarta. Nah disanalah tempatnya!?



Dengan membayar Rp.2500 saja (untuk dewasa sedangkan anak-anak gratis), saya telah dapat stiker dan waktu sepuasnya untuk melihat berbagai macam mainan yang ada di dalam museum tersebut. Mainan yang tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga beberapa negara lain dari seluruh dunia.



Museum Kolong Tangga adalah museum anak pertama di Indonesia yang diresmikan pada 2 Februari 2008. Berlokasi di Gedung Taman Budaya Lt.2 Jl. Sriwedari no.1 Yogyakarta. Ide untuk mewujudkan museum ini dipelopori oleh Rudi Corens, seorang warga negara Belgia yang sudah lama menetap di Yogyakarta. Rudy menyumbangkan banyak koleksi mainannya ke museum tersebut. Jumlah mainan yang ada di museum Kolong Tangga mencapai 700 koleksi.

Ketika saya berkunjung, museum memang dalam keadaan sepi sehingga saya dapat belajar memotret disana. Dari mulai memfoto mainan-mainan sampai memfoto diri saya sendiri yang berpose dengan pak cepot yang hanya dua gigi depannya saja yang tak copot hahaha.



Namun hari itu yang berkunjung memang bukan saya saja, ada anak-anak kecil yang kelihatan tertarik dengan mainan-maianan yang dipamerkan. Kalau dijual, mungkin mereka sudah akan merengek minta uang ke orangtuanya untuk membeli mainan-maianan itu. Kadang mata saya membelalak karena mnemukan maianan yang dulu akrab dengan saya yang sekarang tidak lagi saya temui. Yakinlah, ketika anda kesana, kenangan masalalu pasti akan menyeruak kembali dan senyum simpul pun akan menghiasi bibir anda.
Satu hal yang membuat saya terheran-heran adalah, museum ini tutup kalau hari senin, hehehe.

Alamat:
Taman Budaya
Jl.Sriwedani no.1
Yogyakarta 55122
Telp. 0274-523512

Wednesday, April 7, 2010

Antara Hotel Berbintang dan Code

Selasa, 06 April 2010

Hari ini serasa aneh untukku. Pagi sampai sore, aku ada di “seminar” dengan jamuan mengenyangkan, sedangkan sore selama 1 ½ jam aku berada di sebuah balai di kampung Code dengan anak-anak yang kurang beruntung. Rasanya ingin tertawa karena hidupku begitu kaya. Kaya akan pengalaman yang membuatku banyak berpikir…

Baiklah, sebelum membaca ini, tariklah napas dalam-dalam, lalu tertawakan kalau kau menemukan hal yang lucu..

Kenapa aku menulis seminar dengan tanda petik? Hahaha aku adalah salah satu mahasiswi HI yang rajin sekali mengikuti seminar. Sudah lebih dari delapan kali sepertinya (sejak semester 1). Tak bermaksud menyombong kawan, karena sekarang aku merasa tak bangga sama sekali. Dulu ketika masih awal-awal kuliah, aku merasa menjadi “orang penting” ketika mengikuti seminar. Mencatat dan mendengarkan serius adalah hal yang aku lakukan selama seminar berlangsung. Tapi itu dulu. Sekarang aku akui, semangat itu semakin surut dan orientasiku mengikuti seminar pun berubah. Yah ilmu dari seminar itu tetap aku anggap penting, namun “art” ketika berseminar ternyata lebih menjadi concernku. Apa yang aku maksud dengan art? Hmm aku akan menceritakannya untukmu.



Aku selalu merumuskan art ketika mengikuti seminar Deplu (sekarang berubah jadi Kemenlu) dengan beberapa poin: satu, diadakan di hotel berbintang, atau di gedung kampus yang bagus. Dua, dapat dipastikan ada jamuan makan dan coffe break. Makanan dan kue-kue yang dihidangkan pasti membuat kolesterol dan lemakmu naik dengan kecepatan roket (lebayyy). Ini adalah semacam perbaikan gizi bagi anak kos-kosan sepertiku. Pernah suatu kali aku ikut makan di suatu seminar padahal aku tak ikut, yaaaa cuma numpang makan saja, hahaha (kalau tak salah, itu di ruang seminar fisipol). Pernah juga aku membawa pulang kue dari seminar dan aku makan bersama dengan teman-teman kosku. Masak perbaikan gizi tak bagi-bagi, itu kata mereka.
Ketiga, tatakrama dan hal-hal berbau protokoler sangatlah sering membuat aku cengar-cengir. Intinya, semua serba “sepantasnya” dengan basa-basi yang berlebihan. Ibaratnya: tertawa tak boleh kelihatan giginya (kayak apa tuh), makan dan minum dengan gaya ulat bulu (maksudnya tertata dan hati-hati), dan bertepuk tangan dengan irama dan moment tertentu. Tentunya akan lebih maknyus kalau tepuk tangan itu duet maut dengan senyum mengembang. Hah dapat kau bayangkanlah…aku tak bermaksud “mengejek”, cuma sedikit bosan saja dengan hal-hal seperti itu. Pernah terlintas di pikiranku, kenapa seminar Kemenlu tak pernah dilakukan di angkringan atau tempat-tempat “me-rakyat” lain? Hahaha aku yakin sebelum mengatakannya, orang-orang yang berkepentingan pasti telah menggeleng-geleng dengan mengatakan “itu tak pantas, nanti dilihat negara lain…”



Pagi tadi, aku juga mengikuti seminar di suatu hotel bagus di Jogja. Hehe aku sudah sering ikut seminar kemenlu disana. Tapi yang ini beda karena aku duduk dengan anak-anak HI angkatan atas yang sangat sibuk membicarakan hal-hal remeh-temeh semacam asyiknya main tamaguci dan ngerumpi tentang orang-orang yang hadir di sana. Bahkan aku dapat komentar dari seorang teman yang duduk di sebelahku dengan mengatakan seminar itu tak lebih dari: ngadem, makan, dan pake baju bagus. Hahaha seandainya di angkringan, mungkin tertawaku akan menggelegar seperti letusan Krakatau (lebay tingkat tinggi). Yap itulah sisi lain dibalik seminar yang mahal (menurut temanku, seminar kemenlu di hotel macam tadi menghabiskan biaya kurang lebih Rp.60.000.000).



Kontras ketika aku berada di kampung Code dengan anak-anak Code yang apa adanya. Sepertinya, sedikit waktu yang aku habiskan dengan anak-anak Code lebih banyak memberiku pelajaran daripada seharian yang aku habiskan di Seminar. Terus terang aku lebih bangga berada di balai kampung Code itu daripada di hotel bintang lima dengan orang-orang penting dan pintar. Mungkin ini idealismeku saja, tapi itu yang memang aku rasakan saat ini. Aku bangga melihat adik-adik yang masih tertawa-tawa dengan lepasnya dibanding ketika melihat tawa di seminar yang dibuat-buat. Aku lebih bangga berada bersama anak-anak itu untuk belajar bersama daripada di seminar dengan diriku yang dodol yang malas mendengarkan dan cuma belajar makan enak. Hehe tapi aku sadar sepenuhnya, tak ada yang (totally) jelek dan bagus, semua adalah proses pembelajaranku. Karena hotel berbintang dan kampung code sebenarnya tak ada bedanya. Keduanya juga Indonesia, keduanya memberi pelajaran tentang banyak hal padaku walaupun dengan kadar yang berbeda jauh.

Aku tetap ingin pergi ke seminar untuk cengengesan dan pergi ke Code untuk tertawa lepas…

Rembang "BANGKIT"?

Sekitar enam tahun yang lalu ketika pertama kali saya memutuskan untuk tinggal selama tiga tahun di Rembang. Satu hal yang tidak pernah saya lupakan mengenai Rembang adalah bau amis yang sangat menggemaskan di siang hari -terutama di sekitar pantura, tapi itu pula yang membuat saya senang ketika berkunjung ke rembang karena saya tak pernah menemukan hal yang sama ketika ada di daerah lain. Saya juga sering pergi ke taman kartini dan pasar Rembang yang tak pernah berubah penampakannya. Sering ketika pulang ke kampung halaman, saya melewati daerah-daerah yang masih ada dalam Kabupaten Rembang seperti Lasem, Pamotan, Sarang dll. Saya sering membayangkan pembangunan (development) yang dapat dilakukan di daerah-daerah itu dengan Sumber daya yang begitu melimpah. Come on, apa gunanya pantai dan laut dengan segala hasilnya, batik Lasem yang cantik itu, masyarakat Tionghoa dengan berbagai budaya dan ceritanya, kalian punya segalanya! Itu yang selalu ada di pikiran saya.



Entahlah, Rembang bagi saya telah menjadi kota kedua selain kota kelahiran saya yang ingin saya perjuangkan. Tapi saya selalu ragu, apakah saya akan sendiri melakukannya?

Sekitar sebulan yang lalu saya mampir ke Rembang. Hehe Rembang masih sama seperti dulu. Yang beda hanya beberapa bangunan yang semakin banyak berjejer di tanah yang dulunya sawah –jalan pantura Lasem menuju Rembang. Itu yang kelihatan. Saya sendiri tak tahu pasti apa yang telah berubah dari Rembang, apakah semakin maju atau sebaliknya. Dari status seorang kawan, saya tahu kalau akan ada pemilu bupati di sana dan itu terlihat jelas ketika saya melihat begitu banyak poster calon Bupati yang ditempel di sepanjang jalan. Rasanya ingin tertawa karena saya sebagai orang yang pernah mengecap manisnya Rembang, tak mengenal calon-calon itu. Layakkah mereka untuk saya serahi tanggung jawab untuk memajukan kehidupan masyarakat di Rembang, terutama masyarakat kecil yang tidak terlalu mengerti intrik-intrik politik orang yang lebih pintar?

Lalu terpikir oleh saya: apa yang dapat saya lakukan? Kadang saya merasa sebagai orang luar, orang yang hanya pernah tinggal di Rembang ketika saya SMA. Dan karenanya,saya sering bertanya, apakah kawan-kawan saya yang memang lahir dan menghabiskan sebagian hidup mereka di Rembang juga punya rasa belongness terhadap daerahnya? Disadari atau tidak, Saya yakin iya!



Tulisan saya ini hanya sedikit rasa kekhawatiran saya menjelang pemilu Bupati di Rembang. Saya rasa, kita telah cukup pintar untuk tak lagi abai terhadap apa yang terjadi di Rembang, apalagi menjelang Pemilu. Paling tidak, ketika saya bilang “saya perduli terhadap Rembang, maka saya akan membuktikannya dengan perbuatan, dan saya yakin, kita sudah cukup dewasa untuk tahu yang terbaik yang bisa kita lakukan”. Sudah sejak lama saya mendengar slogan “Rembang BANGKIT” menjadi kebanggaan masyarakat Rembang, saya ingin itu menjadi kenyataan dengan adanya moment pemilihan oleh rakyat terhadap pemimpinnya. Semoga…

Thursday, April 1, 2010

Tur Pantai Yogyakarta-Purworejo

Sabtu yang lalu (tgl 28 Maret) aku bersama mantan mbak kosku melakukan tur pantai yang kami rencanakan mengunjungi 5 pantai sekaligus dalam sehari. Tiga pantai berada di Yogyakarta dan sisanya berada di Purworejo. Rencananya kami akan pergi ke pantai Parangtritis, Depok, glagah, Jatimalang, dan Keburuhan. Hahaha it will be long journey. Saking semangatnya, sabtu yang biasanya aku habiskan dengan ngebo (bermalas-malasan di atas tempat tidur), menjadi hari paling rajin selama aku berada di jogja. Hmm aku bangun jam 03.30 dan segera mandi. Gilaks, segitu semangatnya Bos!? Jam 04.30 kami pun berangkat dari kosku yang berada di daerah terban Yogyakarta untuk menuju destinasi pertama yaitu pantai Parangtritis. Karena masih pagi, cuma ada satu dua motor yang lalu lalang. Sepi. Begitu pula ketika motor yang butuh minum bensin ingin mampir ke SPBU, tak ada yang buka padahal tulisannya saja buka 24 jam. Dalam hati menggerutu, piye sih p*rt*m*n*, kok SPBU-nya banyak yang tutup? Untunglah ada penjual bensin eceran yang siap melayani, jadi motor pun akhirnya semakin kencang berlari. Saran maha pentingku, kalau mau berangkat pagi-pagi, isilah bensinmu malam sebelumnya.

Ketika melewati jembatan yang lumayan panjang, kamipun berhenti sebentar untuk menikmati pemandangan di sekitar jembatan tersebut. Hmm pemandangannya memang indah, apalagi kalau sudah terang. Di bawah jembatan itu mengalir sungai yang agak luas dan di sebelah kananya ada pegunungan yang membentang indah, bertumpuk-tumpuk seperti penampakan lukisan yang aku buat waktu kecil dulu. Aku yakin, sunrise di sini pasti akan menawan. Namun bayanganku terpecah berkeping-keping ketika seseorang yang gila sarap (maaf, PK maksudku) yang membuat jantungku serasa copot. Beneran! Untung aku tak melihat…hahaha



Tak berapa lama kami pun melanjutkan perjalanan –mungkin karena pengaruh shocking thing tadi kali ya. Sampai Parangtritis, pagi tak lagi gelap. Untuk masuk kesana, kami membayar Rp.6000 (ongkos masuk yang sebenarnya adalah Rp.7000) setelah kami tawar, hahaha. Sayangnya, matahari di Parangtritis tak memperlihatkan batang hidungnya karena tertutup tebing, dan baru muncul sekitar jam 07.00 ketika telah terik. Hah akhirnya pagi di Parangtritis cuma kami habiskan dengan memotret pemandangan tanpa sunrise. Saranku, kalau mau menikmati sunrise mending jangan di Parangtritis, kagak asyik cuy.





Ow ya, satu hal yang khas dari parangtritis adalah andong. Hmm bapak-bapak kusir akan ready mengantarmu menyusuri pantai Parangtritis dengan kudanya. Aku tak tahu berapa ongkosnya karena aku sendiri tak naik.



Setelah cukup terik, kami pun melanjutkan perjalanan menuju pantai selanjutnya, ehem tanpa sarapan. Mungkin karena ulah perut yang mulai lapar, semangat kami untuk mampir di Pantai Depok surut dan memutuskan untuk langsung ke glagah sambil mencari makan. Kata teman seperjalananku, pantai depok tak jauh beda dengan Parangtritis, ya kayak pinang dibelah gergaji gitu dah, eh dibelah dua maksudnya. Satu hal penting kawan, pagi di jogja berarti Gudeg dan sepi, jadi makanan yang akan selalu kamu temui adalah gudeg. Syukur-syukur kalau kamu suka gudeg, maka makan pagi disana akan sangat nikmat, kalau tidak, maka kamu harus tahan dulu perutmu sampai agak siang ketika berjenis-jenis makanan telah dimasak. Begitu pun yang kami alami, sepanjang perjalanan menuju glagah, tak ada yang menjual makanan,kalaupun ada itu adalah penjual gudeg padahal kami tak terlalu berminat pada gudeg. Di Parangtrtis sendiri tak ada makanan yang dijual sepagi itu. Jadi menyesal kenapa aku tak membawa bekal sejenis roti atau makanan kecil.

Waktu itu hampir sampai glagah ketika kami memutuskan berbelok ke pantai Trisik yang tak terkenal sama sekali. Hmm mungkin karena tidak terkenal itulah, maka tak ada papan penunjuk yang representative. Kami pun sempat mengarungi jalan berbatu yang kami kira adalah jalan menuju pantai itu, tapi ternyata kami salah, ada papan penunjuk menuju pantai TRisik (namun kecil sekali dan warnanya senada dengan warna padi di sana) dan jalan yang telah beraspal untuk menuju kesana. Hoahahaha soooo wild! Itu kesan pertama ketika aku sampai di Trisik. Eh gimana gak wild wong ombaknya saja begitu besar dengan suara gemuruh yang menggelegar. Aku tidak bohong, pantai ini memang sangat ganas. Aku yakin, ketika banyak yang berenang disana, legenda Nyai Roro Kidung yang suka menyeret orang untuk dibawa ke kekerajaan bawah lautnya pun akan semakin tersohor karena ombak pantai tersebut memang tidak cocok digunkan berenang, bisa-bisa kamu akan terseret ombak yang guede itu. Aku pun tak melihat aktivitas sama sekali di sekitar pantai itu layaknya tempat wisata lain. Pun tak ada karcis untuk masuk karena tak ada yang jualan hahaha. Hanya ada puing-puing bangunan dan dikejauhan terlihat kapal nelayan. Sepertinya bangunan-bangunan tersebut pernah diterjang ombak. Padahal tak jauh dari bibir pantai, ada situs sejarah yang sayangnya tak begitu aku perhatikan.





Sebelum beranjak, aku melihat nenek-nenek yang tiba-tiba datang dan menuju bibir pantai. Aku sudah akan berlari dan menyeretnya sambil berkata “jangan nek! Walaupun nenek sudah tua, tapi nenek tak boleh mengakhiri hidup nenek secepat ini…!?” seperti di sinetron-sinetron, namun urung ketika aku lihat beliau memunguti sampah kayu di sekitar bibir pantai. Owwwhhhh so sweet…mungkin beliau akan menggunakannya untuk kayu bakar. Setelah memotretnya, aku pun bergegas menuju temanku untuk melanjutkan perjalanan.



Sampai pertigaan menuju Glagah, kami mampir di warung makan yang tak bisa disebut warung makan karena masakannya yang seadanya dan tempatnya yang teramat sempit, hanya ada satu kursi panjang. Kami pun makan nasi sayur dan ayam ditemani es teh (Rp.7000). Hmm walaupun sederhana seperti itu, tapi yummy…

Untuk masuk ke pantai Glagah, kami berdua hanya membayar Rp. 3500

Di sepanjang jalan menuju pantai, kami disuguhi pemandangan bangunan yang akan difungsikan sebagai pelabuhan. Oww ini tho pelabuhan di pantai glagah yang akan dibangun oleh pemerintah daerah Kulon Progo…batinku saat itu. Ketika telah memarkir motor dan menyerbu menuju pantai, kami tertegun oleh keindahan lagoon yang ada di daerah pantai itu. Ingin aku katakana dengan lantang bahwa lagoon itu sangat indah dan jernih. Di pinggirnya ada tempat duduk yang menggoda sekali untuk digunakan sebagai tempat berfoto sedangkan tak jauh darinya ada kapal-kapal yang siap disewa untuk mengantarmu menelusuri lagoon itu. Sayang sekali aku juga tak naik kapal itu padahal itulah yang khas dari Glagah.





Setelah menikmati keindahan lagoon, kami pun segera menuju pantai yang dari kejauhan terdengar bunyi ombaknya. Waww! Mau tidak mau, aku pun terkagum lagi terutama ketika melihat bongkahan material yang akan digunakan membangun pelabuhan. Ada jalan panjang untuk menikmati pantai secara langsung di atas bongkahan material berbahan dasar semen itu. Tak berapa jauh dari kami, ada rombongan remaja yang sedang bermain tarik tambang serta anak kecil pemberani yang gembira sekali berenang.







Ketika hampir meninggalkan Glagah, aku masih sepat memotret lagoon-nya yang bertambah indah ketika terik. Hmm satu kata untuk Glagah: KEREN!



Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Purworejo untuk menikmati sunset disana. Pantai Keburuhan segera terhapus dari daftar pantai kami karena tergantikan oleh alun-alun Purworejo dan es …Yap makan siang kami pun nikmat karena kehadiran soto dan es ireng. Btw, es ini khas Purworejo lho.



Waktu pulang, aku pun tertarik dengan pemandangan persawahan dengan latar pegunungan yang indah.







Sebelum menikmati sunset di Pantai Jatimalang, kami sempat mampir di perkebunan melon untuk merampok melon yang maknyus untuk kami bawa pulang. Hehe bohong deh, kebetulan temanku adalah pegawai di perkebunan itu, jadi kami dapat gratisan satu melon untuk kami bawa pulang.



Dan tibalah saat yang saya tunggu-tunggu yaitu sunset di Jatimalang. Kata teman saya, sunset di pantai ini indah sekali, begitu pula dengan pantainya, tak kalah dengan Parangtritis. Dan benarlah, pantainya memang keren sekaleeeee. Ini adalah salah satu pantai yang perlu dilestarikan dan dijaga keindahannya. Hah aku sempat risih waktu itu karena pemandangan yang indah itu terkotori oleh sampah-sampah pengunjung. Mbok dikasih tempat sampah gitu lho. Atau ada petugas khusus untuk membersihkan pantai itu. Bukannya ongkos masuk berfungsi untuk itu ya…Anyway, ngomong-ngomong tentang ongkos masuk, karena sudah sore, maka kami bisa langsung masuk tanpa bayar, gretongan Bos!







Damai, itu yang aku rasakan. Di kejauhan, aku masih dapat melihat matahari yang masih berpendar hangat. Di sekelilingku, muda-mudi sedang memadu kasih, dan tak jauh dariku, ada tawa anak-anak yang gaduh menyenangkan.





Setelah menunggu sekitar satu jam, sunset pun menjelang dan saat-saat itu pun begitu menyenangkan. Matahari merah semerah pipi gadis yang sedang malu dirayu kekasihnya (wuzzz bahasane rek)







Dan hari itupun aku tutup dengan berlari menuju motor kawanku karena dia tak sabar untuk meninggalkan tempat itu. Hmm dia bilang: “kamu tak kenal daerah ini nung, sebentar lagi, akan banyak anak muda yang mabuk di sini”. Aku pun mengalah dan segera meninggalkan matahari yang hampir tak terlihat lagi. Untuk terakhir kali aku menengoknya sambil mebatin dalam hati: “Terima kasih Gusti Allah, Kau memberiku kesempatan untuk bergaul dengan ciptaan indahmu hari ini.”

Tuesday, March 30, 2010

Sense of Tuban (part 2)

Destinasi saya selanjutnya adalah “tak tentu arah”, hahaha. Seperti yang saya katakan, saya buta Tuban “kota” dan karenanya hanya memacu motor saya tanpa arah. Dan saya pun menemukan titik cerah ketika sampai di Rumah Sakit Medika Mulia yang sebulan lalu saya kunjungi karena menjaga seseorang yang sedang sakit. Tak jauh dari Rumah sakit tersebut ternyata ada pasar yang lalu saya arungi untuk menemukan jalan besar. Eh tak dinyana, ketika saya sudah akan berbalik arah, di sebelah kiri saya berdiri gapura besar dengan tulisan di atasnya “GOA AKBAR”. Hehe hidup ternyata penuh kebetulan,,,



Setelah memarkir motor, saya pun membeli karcis yang hanya seharga Rp.2000,- anda tidak percaya? Saya sebenarnya juga tidak percaya, saya pikir Rp.20.000,-. Meskipun tiket masuknya murah meriah, namun jangan tanya panorama goa ini, hmmm percampuran antara mengagumkan, mistis, dan megah. Bagi anda yang suka menjelajah goa, saya sarankan mampir ke goa yang satu ini karena ukurannya yang besar dan kesan misterius yang kadang membuat bulu kuduk berdiri.

Di halaman sebelum masuk goa, saya disambut oleh jalan setapak yang indah serta monumen goa akbar tak jauh darinya.





Goa akbar terletak di Pasar Baru Tuban dengan lintasan sepanjang 1,2 km dan secara resmi dibuka untuk umum sejak tahun 1998. Keunikan goa dan muatan sejarah yang terkandung di dalamnya merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk berkunjung ke tempat wisata ini.

Goa Akbar memiliki beberapa versi sejarah. Versi pertama terjadi sekitar 500 tahun yang lalu saat Sunan Bonang sedang melakukan perjalanan spiritualnya. Ketika menemukan goa ini, Kanjeng Sunan Bonang terpesona dan seketika berucap, “Allahu Akbar”. Konon, sejak itulah, goa yang terletak di tengah Kota Tuban itu disebut Goa Akbar. Versi lain diceritakan, karena sekitar goa banyak dijumpai pohon Abar maka masyarakat setempat kemudian menyebutnya Ngabar. Berdasar buku yang dihimpun Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Tuban, kata Ngabar berasal dari bahasa Jawa yang berarti latihan. Konon, goa ini pernah dijadikan tempat persembunyian untuk mengatur strategi dan latihan ilmu kanuragan prajurit Ronggolawe yang ketika itu berencana mengadakan pemberontakan ke Kerajaan Majapahit. Pemberontakan itu disulut oleh ketidakpuasan Ronggolawe atas pelantikan Nambi menjadi Maha Patih Majapahit. Karena seringnya dijadikan tempat latihan, goa dan daerah sekitarnya dijuluki Ngabar, yang kemudian seiring waktu menjadi nama dusun yaitu Dusun Ngabar, Desa Gedongombo, Kecamatan Semanding. Dari nama dusun itulah, nama akbar berasal.
Goa ini sendiri ada di bawah tanah sehingga dari atas, ada tangga yang akan mengantarkan anda menyusuri goa tersebut.



Ketika masuk, kesan mistis pun terasa karena swasananya yang dibuat gelap dan tenang. Di dalam gua itu sendiri ada kolam yang di dalamnya hidup beberapa macam binatang air seperti kura-kura dan ikan.









Peringatan maha penting untuk anda, ekstra hati-hatilah ketika memotret dengan HP atau kamera karena keadaan gua yang licin bisa membuat anda terpeleset dan dikhawatirkan barang elektronik anda tersebut nyebur ke kolam. Saya sendiri mengalaminya ketika kamera saya hampir saja terjatuh ke kolam seperti ada kera yang merebutnya dari saya, hahaha. Percaya tidak percaya, mungkin karena waktu itu dari sekian banyak pengunjung, hanya saya yang membawa kamera dan agaknya “penghuni” di sana kesal karena melihat saya jeprat-jepret seperti saya lah satu-satunya orang yang punya kamera, hahaha. Ah sudahlah, mungkin memang jalannya saja yang licin…

Setelah kejadian kamera hampir jatuh, saya pun memutuskan untuk menyembunyikan kamera saya agar “penghuni” di sana tak kepengen, namun saya urungkan karena tergoda memotret ini.



Waktu itu telah siang ketika saya keluar dari goa akbar dan tergoda untuk membeli buah siwalan di pasar depan tempat wisata itu. Saya pun segera cas cis cus menawar sebungkus siwalan yang akhirnya deal dengan harga Rp.3000 perbungkus. Murah sekali karena sebungkus berisi 7 butir siwalan dan melihat penjualnya yang bersusah payah mengupas buah itu, saya jadi menyesal terlalu rewel menawar. Anyway, pernahkah anda makan buah siwalan? Yap buah ini mirip kelapa namun di dalamnya berisi beberapa butir buah yang bisa dimakan. Rasa dan penampakannya mirip klamut (buah kelapa yang masih muda), namun akan sedikit keras kalau sudah dua. Buah siwalan biasanya dinikmati langsung atau bisa juga dibuat minuman yang disebut legen. Kalau legen ini diasamkan, dapat menjadi tuak tradisional yang memabukkan.



Setelah mendapatkan 4 bungkus siwalan yang siap dibawa pulang, kami pun beranjak pada destinasi selanjutnya yaitu masjid agung Tuban. Masalah klasik kami pun teruslang kembali yaitu tidak tahu letak alun-alun yang juga masjid Agung Tuban berada. Hahaha saya dan adik saya pun hanya berputar-putar saja dan hampir 3 kali melewati rute yang sama. Saya pun akhirnya menyerah dan mengakui bahwa pepatah yang mengatakan “malu bertanya, sesat di jalan” benar sekali. Akhirnya kami bertanya kepada seorang bapak-bapak dan kami hanya meringis ketika dia berkata “alu-alun saja kok ndak tahu”. Saya dan adik saya tak berhenti tertawa ketika ternyata alun-alunnya tak seberapa jauh dari tempat kami tadi bertanya. Ibaratnya, dengan ngesot kami sudah dapat mencapainya, hahaha.

Kami pun segera memarkir motor kami di depan masjid dan sholat di sana. Hmm masjid agung tuban memang mengagumkan. Arsitekturnya yang bergaya timur tengah seperti di cerita “seribu satu malam” serta berwarna-warni menambah keindahan masjid ini. Satu hal yang paling saya kagumi dari masjid ini adalah toiletnya yang bersih dan besar. Namun satu hal pula yang saya tak habis pikir adalah tulisan peringatan di depan masjid tersebut yaitu harus mengenakan pakaian muslimah bagi perempuan. Bagi saya hal tersebut agak aneh…



Setalah sholat, saya pun tergoda untuk mencoba es siwalan yang ada di depan masjid tersebut. Hmm dengan harga Rp.2000, anda akan mendapatkan santapan minuman yang segar dan manis karena gulanya berasal dari gula aren.



Karena tertarik dengan kerumunan rombongan yang bejubel menuju sebuah gapura berwarna orange, maka saya pun segera menyudahi kenikmatan menyeruput es siwalan dan ikut berjubel dengan mereka. Ternyata mereka adalah para peziarah yang akan mengunjungi makam sunan bonang. Sepanjang jalan menuju makam, saya menemukan begitu banyak toko yang menjual berbagai macam aksesoris khas Tuban terutama pakaian yang berbahan batik Tuban. Ketika saya telah berada di dalam area makam, saya melihat begitu banyak kuburan yang ada di komplek pemakaman tersebut. Makam Sunan Bonang sendiri berada di dalam pesarean yang beratap rendah sehingga anda harus jongkok ketika di dalamnya.





Hari hampir sore ketika saya memutuskan untuk pulang, sayang sekali saya tidak dapat menghabiskan seluruh destinasi wisata di sana. Tidak cukup hanya sehari mengelilingi Tuban dengan paket wisata lengkapnya. Ketika perjalanan pulang, tepatnya ketika melewati daerah Krawak, saya pun tertarik dengan papan kecil yang menunjukkan arah ke goa Puteri Asih. Dengan tekad membabi buta saya dan adik saya pun memberanikan diri untuk mampir sejenak. Ternyata letak goa itu memang tak mudah dijangkau seperti yang dikatakan orang-orang di desa saya. Namun power puff girl macam kami mana mau menyerah, jalan berbatu menanjak pun kami arungi sehingga sampailah kami di tempat wisata tersebut. Huuu tempatnya memang pelosok dan agaknya masih belum banyak dikunjungi. Sepi, itu kata yang terlintas di otak saya ketika sampai disana. Hanya ada sebuah warung dan seorang tukang parkir muda yang menyambut kami. Sempat terlintas di pikiran saya untuk kembali saja namun urung karena rasa penasaran yang juga besar.

Ketika sampai di area goa, saya celingak-celinguk mencari dimana goa itu seharusnya berada. Tak ada petunjuk jalan maupun papan yang menunjukkan keberadaan gua. Untung saya cukup cerdas untuk mengikuti saja jalan setapak yang akhirnya mengantarkan kami pada sebuah gubug kecil yang ternyata adalah tempat pembelian karcis masuk goa. Ketika saya melongokkan kepala saya ke dalam gubug itu, tidak ada satupun orang disana. Rasanya ngeri sekali karena saya berasa sedang ada di film misteri.







Saya pun akhirnya memutuskan untuk langsung masuk saja ke goa. Ternyata goa tersebut terletak di bawah tanah dengan dengan keadaan yang masih alami. Alami karena goa tersebut belum dibangun seperti goa akbar. Di dalam goa tersebut, tanah masih menjadi alas sedangkan stalaktit tidak henti-hentinya meneteskan titik-titik air. Ketika berada di dalam goa tersebut, tak henti-hentinya saya berkata “wow” karena takjub terhadap keindahan dan keunikan goa tersebut. Justru karena masih alami, goa ini terkesan liar dan misterius yang sukses membuat bulu kuduk saya berdiri.







Hawa dingin dan penerangan apa adanya –yang sewaktu-waktu mati-hidup, menambah kesan seram namun menakjubkan. Menakjubkan karena stalaktit dan stalaktit yang masih basah sehingga terlihat berkilauan. Ketika saya mnelusur goa lebih dalam, paling tidak ada dua hall luas yang membuat saya takjub. Di Hall pertama, banyak saya temui batu-batu yang mmemiliki bentuk mirip dengan binatang seperti elang dan sapi. Sedangkan dinding gua tersebut berhias juntaian garis warna hitam yang menyerupai rambut manusia.







Sedangkan pada hall kedua, saya terpukau oleh gugusan stalaknit yang menyerupai pasukan perang padahal itu adalah batu. Batu-batu kecil tersebut berdiri berkelompok dan kadang berkilau karena tertimpa cahaya. Sungguh luar biasa!





Yippi!!? Setelah mengunjungi goa puteri asih, dengan hati senang saya pulang ke rumah samabil membawa oleh-oleh dan pengalaman menakjubkan tentang Tuban, Sekarang saya tahu kenapa saya ingin mengenal Tuban, karena saya ingin lebih banyak membicarakannya dengan anda.